JAKARTA-MARITIM : Pemerintah Indonesia berperan aktif menyuarakan posisi dalam penanganan dan penyelesaian polusi sampah plastik secara global. Isu transborder tersebut dibahas dalam The Second Session of the Intergovernmental Negotiating Committee (INC2) on Plastic Pollution di Paris, Perancis pada 29 Mei-2 Juni 2023 lalu. Dalam kesempatan tersebut, Delegasi Republik Indonesia (Delri) menyampaikan dukungan penuh pada upaya global dalam menyelesaikan masalah polusi plastik, salah satunya melalui penerapan prinsip ekonomi sirkular pada setiap tahap daur hidup plastik.
“Delri juga aktif dalam penyusunan international legally binding instrument (ILBI) dalam perundingan INC2 dengan mengusung prinsip pengelolaan sampah plastik yang berkelanjutan berbasis full life-cycle of plastic,” ujar Plt. Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (Plt. Dirjen IKFT) Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Ignatius Warsito, di Jakarta, Sabtu (10/6).
Dijelaskan, rangkaian pertemuan INC2 tersebut juga membahas mengenai tujuan utama penyusunan instrumen legal, opsi-opsi kewajiban, sarana pelaksanaan, dan langkah-langkah implementasi yang akan diadopsi untuk diterapkan bersama oleh negara-negara di dunia. Salah satu opsi kewajiban yang dibahas dalam INC adalah mencermati kembali pelarangan, pengurangan dan pembatasan produksi plastik primer. Hal ini dianggap tidak menyelesaikan akar masalah polusi plastik dan tidak sejalan dengan kepentingan nasional dalam mengembangkan industri petrokimia di dalam negeri.
Menurutnya, pertemuan INC2 ini menjadi poin penting dalam menyiapkan “zero draft” legally binding tersebut. Pemerintah Indonesia berharap naskah ILBI dapat mengakomodasi posisi dari masing-masing negara yang akan dibahas pada pertemuan INC3 di Nairobi, Kenya pada November 2023. Selanjutnya, Indonesia akan terus mendukung dan mengawal penyusunan “Plastic Treaty” ini untuk mengakhiri polusi plastik dengan pemilihan instrumen kebijakan yang tepat sasaran dan mampu dijalankan oleh Indonesia.
Terkait upaya ini, Pemerintah Indonesia mendorong kegiatan ekonomi sirkular secara progresif melalui peningkatan kapasitas industri daur ulang plastik, program Extended Producer Responsibility (EPR), pengembangan industri bio-plastik, pengelolaan limbah plastik menjadi energi, hingga pengembangan teknologi untuk penggunaan sumber alternatif bahan baku dari limbah plastik sebagai upaya untuk menanggulangi polusi plastik.
Di samping itu, pemerintah menekankan pentingnya Rencana Aksi Nasional (RAN) yang merupakan tulang punggung implementasi ILBI. Pernyataan tersebut juga didukung oleh negara-negara lain. Indonesia menyadari adanya perbedaan kapasitas yang cukup jauh antara negara maju dan negara berkembang dalam penanganan sampah plastik.
“Oleh karena itu, ILBI yang disusun harus mampu mengakomodasi kemampuan masing-masing negara dalam menciptakan enabling environment,” papar Plt. Dirjen IKFT.
Kemenperin mendukung penuh tujuan utama penyelesaian masalah polusi sampah plastik melalui pemilihan instrumen yang tepat. Selain mengutamakan keselamatan lingkungan, langkah yang diambil juga perlu memperhatikan dampak terhadap sosial dan ekonomi. Saat ini, plastik masih menjadi produk strategis karena sifat yang dimilikinya, antara lain kuat tetapi ringan, tidak berkarat, serta unggul dalam hal kehigienisan.
Hal tersebut berperan penting dalam menjaga ketahanan pangan, kesehatan, dan industri hilir secara luas, seperti industri otomotif, industri elektronik, industri tekstil, industri konstruksi, dan industri farmasi.
“Kemandirian industri bahan baku plastik merupakan hal krusial, sehingga Indonesia berupaya untuk mengembangkan investasi industri petrokimia di dalam negeri untuk mampu menopang industri-industri hilirnya,” tutup Warsito. (Muhammad Raya)