Jakarta, Maritim
Kabar gembira bakal diraih bangsa Indonesia pada 2022. Karena lima tahun lagi dari sekarang, Indonesia akan memiliki industri berteknologi tinggi pada industri peralatan kesehatan dan industri-industri di sektor lainnya.
“Pada 2022, kita tidak perlu lagi mengimpor berbagai peralatan kesehatan dari luar negeri, termasuk untuk industri food grade dan alat-alat rumah tangga,” kata Direktur Pengembangan Wilayah Industri I, Ditjen Pengembangan Perwilayah Industri (PPI), Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Arus Gunawan, kepada wartawan di ruang kerjanya, kemarin.
Menurut Arus, tidak diperlukan lagi ketergantungan terhadap berbagai impor peralatan kesehatan, food grade hingga peralatan rumah tangga tersebut, karena Indonesia sudah bisa memasok seluruh bahan baku yang terbuat dari stainless steel.
Bahan baku berupa stainless steel tersebut, tambahnya, sudah bisa di pasok seluruhnya dari berbagai perusahaan besar di Morowali yang kini tengah berinvestasi cukup besar di Kawasan Industri Morowali, Sulawesi Tengah. Yang dikelola oleh PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP).
“Dengan berproduksinya stainless steel dari berbagai perusahaan asing berskala besar yang kini tengah berinvestasi cukup besar tersebut, itu membawa arti bahwa Indonesia pada 2022 sudah masuk pada salah satu negara yang memiliki industri berteknologi tinggi, dari Kawasan Indonesia bagian Timur. Sedangkan impor untuk industri menengahnya sudah bisa kita kuasai pada 2020,” ungkap Arus.
Saat ini, alat-alat kesehatan maupun obat hampir 90 persen diimpor, tapi pada 2022 tidak perlu lagi. Di sisi lain, pemerintah telah mengeluarkan Inpres No 6 tahun 2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan.
Arus berharap, seluruh alat kesehatan dan permesinan, baik berteknologi menengah maupun berteknologi tinggi, sudah bisa dibuat di dalam negeri. Sementara untuk makin mempermudah penyiapan kawasan industri, pihaknya mengharapkan agar pemerintah daerah terus kerja sama dengan pemerintah pusat, khususnya dalam penyiapan lahan untuk pengembangan kawasan industri berbasis mineral.
Sementara data Kemenperin menyebutkan, realisasi investasi pada 2016 lalu sudah mencapai US$4,15 miliar, dari target US$5,6 miliar pada 2018. Luas lahan yang tersedia per 2017 mencapai 2.000 ha dari rencana luas 3.000 ha. Memiliki jenis industri yang terintegrasi antara industri ferronikel, stainless steel dan produk hilir. Investasi tenant pada kawasan industri ini disumbang oleh enam perusahaan.
Saat ini, lahan industri smelter tumbuh dari 1.200 ha menjadi 2.000 ha dan memiliki target pengembangan 3.000 ha. Adapun infrastruktur yang tersedia di antaranya Bandara Maleo Morowali, pelabuhan jetty kapasitas 100.000 DWT, Politeknik Industri Logam Morowali dan pembangkit listrik 1.180 MW.
Dengan kehadiran industri smelter di kawasan ini, maka dampak ekenomi regional sangat terasa, yang rata-rata kenaikan PDRB Kabupaten Morowali meningkat 29 persen per tahun. (M Raya Tuah)