Karangasem, Maritim
PENJELAJAH alam, sering memiliki katakter yang sulit difahami orang lain. Di balik decak kagum “orang biasa”, juga menimbulkan kecemasan, karena yang dilakukan oleh para penjelajah acap kali menyerempet bahaya dan nyaris mengancam keselamatan jiwa mereka. Salah satu contoh, adalah apa yang dilakukan beberapa wisman asal Amerika Serikat, yang bergeming di tempat, kendati Gunung Agung sudah mulai memuntahkan debu bercampur pijar api di atas puncaknya. Di antara mereka ada yang ingin lebih dekat bahkan menerobos masuk ke zona bahaya, sekedar untuk mendapat sudut pemotretan yang spectaculer. Selain itu, juga terdapat beberapa orang yang bertahan di lingkungan wisata selam Tulamben yang cukup dekat jalur lintasan lahar seperti terbukti saat Gunung Agung meletus tahun 1963.
Lokasi penyelaman di Tulamben, memang memiliki pesona tersendiri, yang melebihi keindahan yang terdapat di Kepulauan Seribu (Jakarta), Pulau Lengkuas (Belitung), atau Pulau Mansinam (Manokwari). Rani JD, wartawan yang juga penyelam kawakan, pernah katakan: “Bangkai kapal di perairan Tulamben yang telah tenggelam sejak tahun 1942 ini sudah jadi, karena ditumbuhi aneka karang warna-warni. Belum termasuk biota laut lainnya yang hidup di antara reruntuhan besi tua kapal. Menurut penilaian banyak diver, bangkai kapal USAT “Liberty Glo” merupakan yang terindah di Indonesia, bahkan di dunia. Namun sayang Inonesia belum punya regulasi penyelaman, hingga banyak diver yang seenaknya menjelajah sekujur tubuh kapal, yang dapat merusak karang di kapal”.
Menurut instruktur senior Bali International Diving Professionals (BIDP), kapal United State of America’s Transporter (USAT) “Liberty Glo” ditemukan pada tahun 1970-an oleh warga Desa Tulamben, Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem, Bali. Selanjutnya lokasi ini dijadikan tujuan wisata oleh masyarakat setempat. Lambat laun lokasi ini dikenal banyak orang, termasuk wisatawan mancanegara. Bahkan investor asing mulai bekerja sama dengan pengusaha lokal mencoba menjadikan Tulamben sebagai tujuan wisata komersial, termasuk wisata diving di bangkai kapal USAT “Liberty Glo”.
“Kami berterima kasih kepada Baruna Water Sport karena mempopulerkan olahraga selam di perairan Tulamben ke seluruh dunia pada 1970-an hingga terkenal seperti saat ini” ujar seorang pengurus BIDP (Bali International Diving Professionals).
Dalam penilaian banyak peselam profesonal, keunggulan lokasi selam di Tulamben, terletak pada lima hal. Pertama; loksinya mudah diakses dari Denpasar dan kota-kota lain di Bali, maupun dari Lombok NTB sebagai kawasan industri wisata yang sedang tumbuh; Kedua: jarak titik penyelaman tak terlalu jauh dengan pantai, hanya sekitar 15 meter. Ketiga; arus di perairan tidak terlalu deras, hingga memudahkan penyelam bergerak dan masuk ke bangkai kapal. Ketempat; penyelam bisa memberi makan ikan-ikan yang ada di dasar laut kendati hal itu menyalahi aturan konservasi; Kelima: bagi diver yang ingin lebih lama stay di Tulamben, tak harus mengeluarkan biaya yang “mencekikleer”.
Perjalanan dari Denpasar ke Tulamben yang berjarak sekitar 100 kilometer perlu waktu tempuh sekitar 3-4 jam bila menggunakan mobil sendiri. Kalau ingin menyelam, tak usah repot membawa perlengkapan selam sendiri, karena di Tulamben tersedia persewaan perlengkapan selam mulai dari snorkel, masker, fin, BCD, regulator, hingga wet suit. Selain itu juga tersedia pula guide dan dive master profesional. Untuk menggunakan jasa mereka, cukup membayar Rp 600 ribu saja.
Dalam sejarahnya, USAT “Liberty Glo” id-3461, diluncurkan 19 Juni 1918 sebagai kapal perang Amerika Serikat jenis kargo. Tugas kapal dengan panjang 125 meter dengan displacement 13.130 ton ini melayani kebutuhan militer Amerika Serikat pada Perang Dunia II. Ketika berada di perairan Bali dalam perjalanan dari Australia menuju Filipina, pada bulan Januari 1942 dengan 436 ton cargo, USAT “Liberty Glo” tersasar terpedo kapal selam Jepang J-166 hingga terpuruk ke dasar laut, yang menurut catatan berlokasi di Selat Lombok. Tetapi akibat kuatnya arus laut, bangkai kapal “Liberty Glo” terdorong sejauh dua mil dari tempat tenggelam awalnya, ke arah pantai utara Pulau Bali.
Disebutkan, sebagian awaknya diselamatkan oleh kapal perusak Belanda, HNLMS “Van Ghent”. Tetapi “besi terapung” itu sendiri tak sanggup ditarik ke Pelabhan Buleleleng di Singaraja, hingga akhirnya tenggelam di perairan Tulamben sampai sekarang. Awalnya posisi tenggelam USAT “Liberty Glo” hanya berada di kedalaman 8 meter, tetapi padasaat Gunung Agung meletus tahu 1963, bangkai kapal itu terdorong dan bergerak ke kedalaman 35 meter dari permukaan laut.
Andai musibah erupsi Gunung Agung terulang kembali, apakah ada kemungkinan posisi bangkai kapal USAT “Liberty Glo” akan bergeser kembali ke palung laut yang lebih dalam yang lebh sulit dijangkau oleh pecadu olahraga selam? Kalau ya, lalu ke mana para peselam harus mencari lokasi lain sebagai gantinya? ***ERICK A.M.