Solo, Maritim
Untuk menghasilkan produk-produk yang dibutuhkan oleh konsumen atau pasar, kalangan industri plastik dan industri daur ulang perlu terus melakukan kegiatan inovasi, terutama tidak memberikan dampak yang buruk bagi lingkungan. Sebab, sektor ini diharapkan dapat terus tumbuh, dengan memperhatikan konsep berkelanjutan lingkungan, sosial dan ekonomi,
Kemudian, permasalahan sampah plastik yang ada saat ini, dapat diatasi dengan desain produk yang mempertimbangkan daur hidup produk. Sebab, pengembangan circular ekonomi dan edukasi, tujuannya untuk perubahan prilaku dalam penggunaan plastik dan pembuangan sampak plastik pada masyarakat.
Hal lain, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) akan terus mendorong pertumbuhan sektor industri, agar jadi industri yang mandiri, berdaya saing, memenuhi kriteria industri hijau serta tidak tertinggal pada industri 4.0.
Demikian tiga kesimpulan pokok hasil seminar ‘Pengembangan Industri Degradable Plastik Dalam Negeri’, yang disampaikan Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Industri Hijau dan Lingkungan Hidup (KapuslitbangIHLH) Kemenperin, Teddy C Sianturi, pada penutupan acara, yang berlangsung pada 1-2 Februari 2018, di CV Sinar Jaya Plastindo (SJP), Solo, Jawa Tengah.
Saat ini, katanya, dunia usaha juga telah banyak yang peduli pada lingkungan yang mengarah pada sustainable production and consumtion. Untuk itu, tantangan yang dihadapi dunia usaha harus dapat diatasi dengan pemikiran yang holistik, agar dapat mencapai usaha yang berkelanjutan. Terutama, dunia usaha harus dapat mengidentifikasi masalah dengan benar, sehingga dapat menemukan solusi yang tepat atas permasalahan yang ada.
“Di sektor industri plastik, perkembangan jenis produk disesuaikan dengan pasar atau konsumen, kemudian memahami kondisi di masing-masing negara. Hal lain, pelaku industri juga perlu menyadari tantangan bagi industri plastik dan sekaligus peluang yang ada,” ujar Tddy.
Pasalnya, sambungnya, masalah yang timbul saat ini muncul karena cara penggunaan dan pembuangan yang tidak benar. Maka dari itu, kemajuan teknologi harus diikuti dengan perubahan prilaku, termasuk prilaku penggunaan plastik. Karena sebenarnya, permasalahan sampah plastik dapat diatasi dengan cara lain, yakni melalui perubahan dari linear economy ke penerapan circular economy. Yang membutuhkan peran serta industri daur ulang.
Di mana berdasarkan UU No 3 tahun 2014 tentang Perindustrian disebutkan secara khusus, urai Teddy, bahwa kebijakan untuk industri plastik adalah meningkatkan produksi dalam negeri. Lalu mendorong pemenuhan bahan baku. Meningkatkan kualitas produk sesuai standar yang berlaku dan mendorong tumbuhnya sektor daur ulang serta mengkaji insentif yang dapat diberikan.
Terkait industri 4.0, Teddy menjelaskan, ciri khas dari industri 4.0 adalah kolaborasi. Yaitu kolaborasi antara konsumsi dan produksi. Selain itu, perkembangan industri sangat ditentukan oleh keinginan dan kebutuhan pasar, karena nantinya produk tidak lagi diproduksi secara massal. Tapi lebih bersifat customize.
“Untuk itu, Kemenperin saat ini tengah menyiapkan roadmap digitalissi industri 4.0, untuk lima sektor industri strategis,” ungkapnya.
Sementara saat memberikan paparan, Direktur PT Sinar Jaya Plastindo, Whelly Sujono, menjelaskan belum sinkronnya regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah terhadap sampah plastik, membuat kalangan industri kebingungan,
Apalagi, material plastik sangat susah dihindari dari kehidupan manusia saat ini, di mana kurangnya kesadaran masyarakat untuk memilah dan membuang sampah secara benar menjadi turut membebani lingkungan.
“Kita perlu pendekatan secara holistik dalam menangani sampah plastik. Sebab tidak semua sampah plastik dapat tertangani dalam proses recycling. Di mana faktanya, plastik tidak dapat direcycle secara terus menerus,” tandasnya.
Seperti diketahui, PT SJP adalah salah satu perusahaan yang telah menerapkan prinsip industri hijau, di mana perseroan ini telah memproduksi plastik yang ramah lingkungan. Teknologi yang digunakannya adalah melalui proses oxobiodegradable.
Sugianto Tandio dan Tommy Tjiptadjaja dari Greenhope menambahkan, teknologi oxium 100% degradable plastik, di mana dengan oxium membuat plastik bisa menjadi teroksidasi dari biodegradable kembali ke alam.
“Ini teknologi 100% buatan Indonesia dan berhasil mendapatkan US patent. Kini kami bermitra untuk menjadikan pasar modern dan pasar pasar tradisional menggunakan plastik mudah terurai,” ungkap mereka.
Saat ini, produknya bisa digunakan untuk membungkus snack, instant noodle, bungkus roti dan lain sebagainya.
Menurut Tommy, masalah sampah plastik sangat kompleks, karenanya dibutuhkan paradigma positif untuk mengatasinya.
“Yakni pemikiran 4R yang holistik dan belajar dari global. Sebab, oxium dan ecoplas yang sudah dipakai di banyak negara, merupakan salah satu bagian dari solusi untuk mengatasi permasalahan sampah plastik di Indonesia,” ujarnya.
Sedangkan mahasiswa Universitas Atma Jaya, juga mengatakan sama dengan pembicara sebelumnya, bahwa pendekatan secara holistik merupakan solusi mengatasi persoalan sampah plastik di Indonesia.
Saut Marpaung dari APDUPI, menambahkan untuk masuk industri daur ulang plastik perlu persiapan matang.
Menurut pria, yang menekuni limbah medis ini, menjelaskan diperlukan kekuatan finansial di atas rata-rata dalam mengatasi limbah plastik. Hal lain, teknologi dan kapasitas mesin juga agar lebih update dan lebih besar dari para pesaingnya. Memiliki tim SDM yang berpengalaman dan lain sebagainya. (M Raya Tuah)