Jakarta – Maritim
DISEBABKAN munculnya aggapan bahwa alur pelayaran di Indonesia dinilai termasuk sebagai perairan rawan, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan (Ditjenla Kemenub) memastikan bahwa alur pelayaran di Indonesia cukup aman dan dijamin keselamatnya bagi kapal-kapal yang melakuka aktifitas pelayaran. Capt. Jhonny R. Silalahi Direktur Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP) menjelaskan: “Pemerintah bertanggung jawab siapkan alur pelayaran yang selamat dan aman bagi kapal yang berlayar di perairan Indonesia”.
Menurut Capt. Jhonny perawatan alur pelayaran, perambuan dan pengendalian penggunaan alur, mutlak dilakukan karenanya fungsinya yang penting dalam keselamatan pelayaran. Pemerintah mempunyai kewajiban menetapkan alur-pelayaran, menetapkan sistem rute, menetapkan tata cara berlalu lintas dan menetapkan daerah labuh kapal sesuai dengan kepentingannya. Direktorat KPLP selaku Direktorat teknis yang keluarkan perizinan di pekerjaan bawah air, juga memastikan tidak adanya hambatan atau gangguan di bawah air yang dapat membahayakan alur pelayaran.
Lebih jauh dikatakan, pembersihan alur pelayaran dilakukan untuk memastikan tak ada gangguan atau hambatan seperti terdapat kerangka kapal di alur. Pemerintah dalam hal ini Kemenhub melalui Ditjenla sangat peduli terhadap objek di bawah laut terutama objek yang dapat mengganggu keselamatan pelayaran seperti kerangka kapal tenggelam. Imbuh Capt Jhonny: “Kami memiliki tanggung jawab di bidang keselamatan pelayaran. Karenanya, jika ada kerangka kapal yang mengganggu alur pelayaran maka kami wajib mengangkatnya melalui ketentuan dan peraturan yang berlaku”.
Untuk pembersihan kerangka kapal di alur pelayaran, Kemenhub terbitkan Peraturan No: PM 71 Tahun 2013 tentang Salvage dan/atau Pekerjaan Bawah Air sebagaimana diubah dengan PM. 33 Tahun 2016. Ujar Direktur KPLP pula: “Pembersihan alur dilakukan terhadap kapal dan/atau muatannya yang mengalami kecelakaan kapal atau dalam keadaan bahaya, termasuk mengangkat kerangka kapal dan/atau muatannya yang tenggelam. Kegiatan itu hanya dapat dilakukan oleh badan usaha yang khusus didirikan untuk kegiatan salvage dan/ atau pekerjaan bawah air, serta wajib memiliki izin usaha yang diberikan oleh Dirjenla”.
Menurut Capt. Jhonny, sebelum mengangkat kerangka kapal tenggelam, Ditjenla akan memastikan pemilik kerangka kapal dimaksud baik pemilik kapalnya maupun negara benderanya sebelum dilakukan pemberian izin pengangkatan kerangka kapal ke perusahaan Salvage. Dalam pelaksanaannya, apabila dalam kegiatan salvage atau pekerjaan bawah air menemukan kerangka kapal, maka pemilik kapal dan/atau Nakhoda wajib melapor segera terkait keberadaan kerangka kapal yang berada di perairan Indonesia kepada Syahbandar di pelabuhan terdekat. Berdasar laporan itu, Syahbandar di pelabuhan terdekat akan kirim informasi berupa data kapal dan koordinat sementara ke Dirjen, untuk diumumkan melalui maklumat pelayaran, berita pelaut Indonesia, dan stasiun radio pantai.
Selain itu, Pemilik kapal wajib lakukan survey keberadaan kerangka kapal dan/atau muatannya dengan mengikutsertakan petugas Syahbandar di pelabuhan terdekat dan berkoordinasi dengan Distrik Navigasi setempat untuk peroleh data yang meliputi posisi pasti kerangka kapal dalam bentuk koordinat geografis, jenis kerusakan termasuk kondisi konstruksi kerangka kapal serta kondisi perairan dalam bentuk peta bathymetric.
“Dalam hal ditemukan kerangka kapal dan/atau muatannya atau berdasar laporan dari masyarakat dan tidak diketahui pemiliknya, maka Kepala Kantor Unit Pelaksana Teknis (UPT) di pelabuhan terdekat melakukan pengumuman ditemukannya kerangka kapal dan/ atau muatannya sebanyak 3 kali berturut-turut dalam jangka waktu 30 hari kalender melalui media cetak dan/atau elektronik nasional. Dengan begitu, seluruh perizinan pengangkatan kerangka kapal yang sudah dikeluarkan oleh Ditjenla tentunya sudah melalui prosedur dan ketentuan yang berlaku” ujar Direktur KPLP. ***ERICK A.M.