KELOMPOK peinta lingkunga Greenpeace mengimbau Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali terkait dengan pentingnya penggunaan energi terbarukan, dibanding andalkan rencana dibangunnya Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Celukanbawang 2×330 megaWatt (mW) yang dampaknya tidak sesuai dengan visi pariwisata berkelanjutan.
Hindun Mulaika, Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, mengatakan PLTU berbasis energi batubara di Celukanbawang akan jadi salahsatu penyumbang perubahan iklim, karena hasil pembakarannya mengandung emisi karbon yang mengakibatkan polusi udara bagi masyarakat di sekitarnya. Karena itu, masyarakat bersama Greenpeace telah lakukan gugatan agar rencana proyek ini segera dibatalkan.
“Hal ini akan meracuni keindahan dan keseimbangan alam pulau Bali yang berlawanan dengan pembangunan pariwisata Bali yang berkelanjutan” ungkap Hindun usai menerima kunjungan Kapal Greenpeace ‘Rainbow Warrior’ yang singgah ke pelabuhan Benoa, Bali selama 4 hari sejak Jumat (13/4).
Menurutnya, PLTU batubara telah jadi masa lalu yang ditinggalkan banyak negara di dunia, untuk digantikan dengan energi terbarukan seperti tenaga surya, yang telah jadi kekuatan ekonomi baru dengan penyerapan tenaga kerja lokal yang besar. Selain isu PLTU batubara, Greenpeace juga menyoroti pencemaran laut akibat pembuangan sampah plastik yang tingkatnya dinilai sudah mencapai titik kritis.
Leonard Simnjuntak, Kepala Greenpeace Indonesia, menilai penyebab pencemaran sampah plastik di Bali disebabkan kurangnya disiplin atau kesadaran masyarakat, serta dampak dari kunjungan wisatawan dalam jumlah massif. Untuk itu, ia berharap dengan kedatangan kapal Rainbow Warrior akan menyuarakan kampanye mengurangi produksi dan ketergantungan pada penggunaan plastik sekali pakai. Kedatangan Greenpeace kali ini juga untuk memberi dukungan pada perjuangan masyarakat Bali menolak reklamasi Teluk Benoa, karena posisi Greenpeace jelas menolak reklamasi dan hal ini telah ditegaskan sejak Rainbow Warrior berkunjung ke Bali pada tahun 2013.
Koordinator Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa (ForBALI), I Wayan ‘Gendo’ Suardana menyatakan kedatangan kali kedua kapal Rainbow Warrior ini sekaligus menandai perjuangan dimulainya ForBALI yang dinilai lebih massif. sehingga, jika tidak diperjuangkan, saat ini di Teluk Benoa sudah berdiri pulau-pulau seluas 700 hektar di kawasan Teluk Benoa.
Ujar Gdo: “Kehadiran Rainbow Warrior kali ini semoga akan jadi pemacu semangat juang untuk menolak reklamasi Teluk Benoa”..
Rainbow Warrior kembali merapat ke Pelabuhan Benoa, Denpasar untuk membawa pesan keseimbangan alam dan kehidupan manusia. Kedatangan kapal legendaris yang kedua kalinya ke Bali ini untuk mendukung Pulau Dewata agar terjauh dari ancaman kerusakan lingkungan. Kapal berbendara Belanda ini selama di Benoa telah melakukan open-ship (dibuka untuk umum) pada 14-15 April lalu.
Kepala Greenpeace Indonesia Leonard Simanjuntak mengatakan kedatangan kapal berbobot 800 GT yang baru mengunjungi Sorong, sebagai dukungan terhadap Bali untuk berkontribusi secara signifikan terhadap dunia perubahan iklim dan dampaknya. Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia Hindun Mulaika menambahkan ada tiga isu penting yang ingin mereka suarakan di Bali. Terangnya: “Isu energi bagaimana harusnya pemprov Bali dan nasional secepatnya mewujukan Bali go renewable dan tinggalkan energi kotor. Kami juga mendukung ForBALI dan kampanye bahaya sampah plastik”.
Nakhoda Rainbow Warrior Hettie Geenen katakan, dalam mengunjungi bebagai empat di Indonesa, mereka berhasil mendokumentasikan keindahan hutan di Papua. Ada rencana mengubah pelayran ke Balikpapan setelah dengar ada tumpahan minyak. Namun rencana itu urung direalisasikan karena waktu mereka mengunjungi Indonesia tidak lama. Jelasnya:
“Akhirnya kami putuskan ke Bali dan sadar bahwa kami harus menyebarkan penyelamatan lingkungan. Yang terjadi di Balikpapan merupakan contoh kasus yang disebabkan manusia. Kami berdiri di sini dan sadar bahwa sebagai bentuk kepedulian kita untuk menyuarakan penyelamatan lingkungan”. ***ERICK A.M.