JAKARTA, MARITIM.
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) bersinergi dengan Badan Penempatan & Perlindungan TKI (BNP2TKI) untuk memberikan sertifikat dasar kepelautan atau Basic Safety Training (BST) secara gratis kepada 1.000 pelaut pemula yang akan bekerja di kapal-kapal pesiar internasional.
Syaratnya, calon pelaut itu harus berprestasi menjadi lulusan terbaik (lima besar) dalam upgrading skill (peningkatan keahlian) yang diselenggarakan BNP2TKI dan lulus interview dari tes yang dilakukan calon pengguna jasa di luar negeri.
“Untuk tahap pertama, sertifikat BST akan diberikan kepada 1.000 pelaut pemula yang memenuhi syarat,” kata Deputi Kerjasama Luar Negeri & Promosi BNP2TKI, Elia Rosalina Suyitno, saat menutup pelatihan upgrading skill di Lembaga Pelatihan Ketrampilan Global Hospitility Academy (LPK GHA), Jakarta Utara, Senin (4/6).
Acara ini juga dihadiri Kepala Badan Pelayanan Penempatan & Perlindungan TKI DKI Jakarta, Muharam, dan Ketua DPD Forum Kursus Perhotelan Kapal Pesiar Indonesia (FKPI KPI) DKI, Saptawi Budiman.
Upgrading skill selama sebulan (250 jam pelajaran) dengan peserta 50 orang itu merupakan angkatan pertama yang diselenggarakan BNP2TKI bekerja sama dengan LPK GHA. Biaya pelatihan sebesar Rp 3,5 juta per orang seluruhnya ditanggung oleh pemerintah (BNP2TKI).
Program tersebut, kata Elia, diperjuangkan BNP2TKI sejak 2012 tapi baru terealisasi tahun 2017. Hingga saat ini, program serupa di seluruh Indonesia telah diselenggarakan 16 angkatan.
Target 2.000 Pelaut
Pelatihan ketrampilan yang dibiayai pemerintah ini, kata Elia Rosalina, merupakan bentuk hadirnya negara untuk membantu masyarakat mendapatkan pekerjaan yang layak. Begitu pula biaya yang dikeluarkan Kemenhub untuk pembuatan sertifikat BST.
Untuk tahap pertama, tahun ini Kemenhub akan membiayai penerbitan 1.000 sertifikat BST bagi calon pelaut. Tapi untuk tahun-tahun berikutnya, Elia optimis bakal ditambah lagi, karena pihaknya menargetkan tahun ini akan memberikan pelatihan bagi 2.000 pelaut pemula untuk disalurkan di kapal pesiar.
Karena itu, peserta pelatihan diharapkan dapat diterima bekerja di kapal-kapal pesiar maupun hotel-hotel bintang lima di berbagai negara. Indikator keberhasilan pelatihan adalah seberapa banyak peserta dapat diterima bekerja.
“Kalau tidak juga mendapat pekerjaan, negara akan sia-sia membiayai pelatihan ini,” ujarnya.
Namun, kegusaran Elia segera sirna setelah mendapat jaminan dari Dirut LPK GHA, Wendy B. Sumangkut, bahwa semua lulusan pelatihan ini akan berkerja di kapal-kapal pesiar milik AS dan Eropa, maupun hotel-hotel internasional di Timur Tengah. Mereka akan disalurkan oleh manning agent yang telah bekerjasama dengannya.
Standar gaji awal mereka di kapal pesiar, kata Wendy, antara 600 – 1.000 dolar AS sebulan. “Besaran gaji ini sangat ditentukan oleh hasil interview,” timpal Elia Rosalina.
Peserta pelatihan adalah lulusan SMA/SMK yang dipersiapkan untuk bekerja di kapal-kapal pesiar dengan jurusan houskeeping, cooking dan food & beverage. Mereka dilatih oleh para instruktur mantan awak kapal pesiar yang telah berpengalaman.
Upgrading skill khusus peningkatan kemampuan bahasa Inggris tersebut, menurut Elia Rosalina, dilakukan guna mengisi kekurangan tenaga kerja kita yang umumnya lemah berbahasa Inggris. Kemampuan mereka kalah dengan kompetitor dari negara lain, misalnya Filipina, India dan dan bahkan Vietnam yang mulai bersaing di kancah internasional.
Seusai penutupan pelatihan, Saptawi mengatakan, pelaut Indonesia di luar negeri dapat menghasilkan devisa sekitar Rp16 triliun per tahun, sementara dari TKI hanya Rp 3 triliun. Karena itu, pendidikan perhotelan di kapal pesiar perlu dipacu mengingat kebutuhan di luar negeri cukup tinggi.
***Purwanto.