Untuk Bangun IKM Daerah, Pemerintah Harus Gotong Teknologi ke Desa

Direktur IKM Pangan, Barang dari kayu dsn furnitur Kemenperin, Dr.Ir. Sudarto MM
Direktur IKM Pangan, Barang dari kayu dan furnitur Kemenperin, Dr.Ir. Sudarto MM

Jakarta, Maritim

Untuk membangun dan mengembangkan industri kecil dan menengah (IKM) di berbagai daerah di Indonesia, maka tidak ada cara lain selain membawa teknologi dan manajemen ke pedesaan-pedesaan, mengingat saat ini pengembangan desa di Tanah Air masih kalah dengan di luar negeri.

Read More

“Tidak ada cara lain. Pemerintah harus segera membawa teknologi dan manajemen masuk ke pedesaan-pedesaan. Setelah itu, baru nilai tambah yang dioleh di daerah-daerah tersebut bisa dijual ke perkotaan,” tegas Direktur IKM Pangan, Barang dari Kayu dan Furnitur, Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Sudarto, kepada wartawan, di ruang kerjanya, Jumat (20/1).

Menurut Sudarto, selama ini produk-produk pangan yang masuk ke Jakarta dan kota-kota besar lainnya di Indonesia, berasal dari impor. Misalnya, untuk mencampur kopi gayo yang terkenal dan berasal dari Kabupaten Bener Meriah, Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), maka susunya adalah diimpor.

“Padahal, kopi gayo tersebut sangat laku keras dijual di salah satu cafe ternama di Ibukota Jakarta yang milik asing,” ujar Sudarto, yang enggan menyebutkan nama cafe tersebut.

Nah, sambungnya, dari sudut sumber daya alam (SDA) kurang apa kampung kelahiran kedua Presiden Joko Widodo tersebut. Selain memiliki SDA kopi gayo, Bener Meriah juga memiliki hasil pertanian lainnya, seperti kentang, cabai, tomat dan lain sebagainya.

“Kalau saja petani di Bener Meriah memperoleh sentuhan teknologi dan manajemen, saya hakul yakin produk-produk yang dihasilkan dari kabupaten ini akan merajai di Jakarta. Bayangkan saja, sambil minum kopi gayo kita bisa nikmati juga kentang goreng dengan saos tomatnya. Wah nikmatnya,” urai Sudarto.

Seperti itu, tambahnya, Indonesia ke depan harus memiliki konsep IKM yang terpadu. Pengolah SDA yang ada di desa-desa sampai menghasilkan produk yang memiliki nilai tambah yang khas. Di mana di beberapa negara konsep seperti itu sudah berjalan dan hasil pun maksimal.

Bahan baku yang ada di desa tersebut dioleh secara maksimal sampai menghasilkan produk yang khas dengan aneka produk turunannya. Misalnya, dari bahan baku kelapa dan singkong bisa dibuat berbagai macam produk turunannya, jadi bukan hanya sekadar menjadi air minum kelapa dan minyak kelapa saja.

“Thailand, Brasil dan China sudah melakukan konsep IKM terpadu seperti ini di negaranya. Padahal, mereka mengimpor kelapa dan bahan baku dari kita, lalu mereka menjual kembali ke Indonesia dalam bentuk barang jadi dengan berbagai macam produk. Ini kan ironis,” memberi contoh.

Namun yang disayangkan lagi, kata Sudarto, SDA yang dimiliki di desa dan daerah di Indonesia kurang dimanfaatkan secara optimal. Sehingga hasil yang diharapkan tidak akan maksimal. Jika maksimal saja dilakukan akan berdampak pada ekonomi dan kesejahteraan desa tersebut. Bahkan bakal menciptakan wira usaha baru IKM.

“Karena untuk membangun IKM itu tidak lepas dari memanfaatan SDA dan sentuhan teknologi dan manajemen. Dari sinilah kita memulai daya saing,” ujarnya.

Faktor lain, perlu dibuat Roadmap dari hulu sampai hilir, teknologi inovasi yang mudah dan menguntungkan, marketing dan promosi serta sinergi antara pusat hingga ke kabupaten daerah. (M Raya Tuah)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *