Mojokerto, Maritim
DOCTOR (HC) Susi Pudjiastuti Menteri Kelautan dan Perikanan inginkan berbagai pihak menyosialisasikan ke masyarakat terkait bahayanya memasukkan hingga membudidayakan ikan arapaima di kawasan perairan nasional. Kata Men KP dalam jumpa pers di Jakarta: “Peristiwa ini harus disosialisasikan atau dikampanyekan ke masyarakat, karena banyak yang tak tahu apa itu ikan arapaima dan mengapa tidak boleh dilepasliarkan”.
Menurut Wikipedia, Arapaima, pirarucu, atau paiche (Arapaima gigas) adalah jenis ikan air tawar terbesar di dunia yang berasal dari perairan tropis Amerika Selatan. Ikan Arapaima dapat tumbuh maksimal sepanjang 3 meter dan berat 200 kilogram. Namun kini sudah sangat jarang terdapat arapaima berukuran lebih 2 meter, karena ikan ini sering ditangkap untuk dikonsumsi penduduk atau diekspor.
Menteri Susi mencemaskan adanya berbagai pihak yang memelihara ikan arapaima sebagai hobi. yang diawali karena senang, tetapi disebabkan berbagai alasan seperti malas dikasih makan atau tak tega mematikannya, akhirnya dilepas ke sungai-sungai di wilayah Indonesia.
Men KP ingatkan panjang ikan arapaima dapat mencapai 1-2 meter dan bila ikan lapar maka bisa menyantap banyak ikan lokal. Untuk itu, Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) KKP, dan Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) diharap dapat menjerat pelaku pelepasan dan pemelihara ikan arapaima.
Kata Men KP pula: “Karena kalau tidak ada tindakan tegas, sumber daya ikan hayati kita bisa habis dimakan arapaima. Maka setelah diproses, barang bukti itu tak boleh menunggu lama untuk dimusnahkan, agar ke depannya tak pindah tangan atau diperjualbelikan. Karenanya
agar sosialisasi dapat digencarkan seperti ke bea cukai dan bandara agar dapat dipasang “banner” mengenai ini”.
Sebelumnya, Kepala BKIPM KKP Rina nyatakan setelah dapat informasi dari media sosial mengenai pelepasan ikan arapaima di sungai Brantas, Mojokerto, Jawa Timur, pihaknya segera berkoordinasi untuk menindaklanjuti. Saat ini ditemukan ada seseorang di Surabaya yang memiliki 18 ekor yang di antaranya empat ekor diserahkan kepada masyarakat dan delapan ekor telah dilepaskan di sungai Brantas. Dari empat ekor yang diserahkan sudah ditemukan dua ekor di penampungan dan dua ekor lainnya mati. Sedang dari delapan ekor yang dilepaskan telah ditemukan kembali sebanyak tujuh ekor.
Mengenai penegakan hukum mengingat arapaima gigas merupakan spesies yang dilindungi dan hanya diperdagangkan terbatas (Appendix II) menurut Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Flora and Fauna (CITES). Tegas Rina: “Kalau itu tak ada izinnya, tidak ada pilihan selain memusnahkannya”.
Sementara itu, Nilanto Perbowo Dirjen Penguatan Daya Saing Kelautan dan Perikanan KKP mengimbau kepada pemilik arapaima menyerahkan secara sukarela ke pemerintah, karena ikan itu merupakan jenis predator berbahaya. Sedang Menteri Susi yang sedang mudik ke Pangandaran, dalam teleconference dengan jajaran KKP dan wartawan, katakan sebaiknya pemusnahan segara dipertimbangkan sebagai wujud penegakan hukum. Sbab kalau hanya dipindahkan ke pihak lain, dia khawatir suatu saat arapaima akan dilepasliarkan lagi ke alam.
Selain ikan, lanjut Menteri Susi, pemiliknya pun tak boleh lolos dari jerat hukum. Ujar Men KP: “Saran saya sebaiknya setelah barang bukti itu difoto, divideo, tidak boleh menunggu lama lagi untuk dimusnahkan srbagai aksi penegak hukum. Dimakan saja daripada nanti memakan sumber daya ikan lain. Yang 30 ekor yang ditemukan di Mojokerto dan Sidoarjo, potong-potong saja, kasih ke pondok pesantren, buat makan siang bersama. Lebih baik masuk ke dalam perut orang daripada semua ikan masuk ke perut arapaima.”
Masih menurut Men KP keberadaan belasan arapaima yang sempat dilepas ke Sungai Brantas, mengancam sumber daya ikan dan mata pencaharian masyarakat di sepanjang di sungai terpanjang kedua di Pulau Jawa itu. Ekologi di perairan sungai di Indonesia berisiko dapat berubah, apabila sumber daya ikan habis dimangsa ikan karnivora asal Sungai Amazon tersebut.***ERICK A.M.