DEFISIT NERACA PERDAGANGAN JATENG KIAN MELEBAR

Semarang, Maritim

Read More

 

APABILA dicermati dari sisi banyaknya jumlah barang impor dibanding barang ekspor, dapat ditarik kesimpulan bahwa defisit neraca perdagangan di Jawa Tengah kian melebar, hingga mencapai US$5.343,28 sepanjang Januari sampai Agustus 2018. Sementara, bulan Agustus 2018 saja defisit neraca perdagangan telah mencapai besaran US$973,18.

 

Sri Herawati Kepala Bidang Statistik dan Distribusi BPS Provinsi Jateng menuturkan, defisit neraca perdagangan memang cukup lebar. Hal ini disebabkan ketergantungan industri Jateng terhadap bahan baku yang vberasal dari luar negeri cukup tinggi. Ungkapnya pada Senin lalu: “Ketergantungan industri di Jateng terhadap bahan pokok dan penunjang yang berasal dari impor memang cukup tinggi, utamanya bahan baku tekstil, produk mineral dan pesawat mekanik, hingga defisit neraca perdagangan kian melebar”.

 

Sri mengatakan, penyebab defisit sebagian besar disumbangkan oleh produk migas hingga mencapai 60%, sedang sisanya disumbang oleh bahan baku industri. Untuk itu, pemerintah sedang memikirkan membuat bahan subtitusi untuk menekan angka impor. Sebelumnya, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jateng Arif Sambodo meyakini dalam waktu 5 tahun kedepan, para pelaku usaha tidak usah melakukan impor. Sebab, bahan baku seluruhnya akan diproduksi dalam negeri agar angka impor semakin tertekan.

 

“Kalau pertumbuhan industri meningkat terus meskipun tak sampai 1%, maka situasi akan menggeliat. Targetnya dalam lima tahun ke depan, dari industri otomotif diperlukan local contain ( kandungan lokal) pada tahubn 2020 akanb dapat dicapai  90% kandungan lokal. Kalau begitu dalam 5 tahun ke depan industri substitusi impor mungkin tidak yang berat atau high tech dulu, yang medium bisa menggantikan yang dari impor,” ujarnya.

 

Arif juga menuturkan, khusus untuk industri tekstil sebenarnya sudah bisa menggunakan bahan baku asli Indonesia. Namun, masih ada beberapa perusahaan tekstil yang mengimpor bahan baku dari luar negeri. Untuk itu, dia mendorong para pengusaha untuk menggunakan produk lokal.

 

Pungkas Arif: “Untuk industri tekstil, yang paling banyak tinggi diperlukan ialah kapas dan sebagainya. Ada beberapa usaha seperti di Kabupaten Sukoharjo yang mulai  pemintalan sampai garmen mereka sudah produksi, tetapi beberapa masih impor. Kalau memungkinkan kita dorong mulai dari hulu. Tetapi mungkin dari bahan kapasnya tidak bisa karena masalah geografis. Semenentara itu, untuk memintalan dan pewarnaan sudah dapat dilakukan di dalam negeri”.***MRT/2701

 

 

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *