Tunggu Kehancuran, Bila Urusan Hubungan Industrial Diserahkan Kepada Bukan Ahlinya

Ketua Sidang Pleno dan para peserta konvensi RSKKNI foto bersama setelah penutupan acara.
Ketua Sidang Pleno dan para peserta konvensi RSKKNI foto bersama setelah penutupan acara.

JAKARTA – MARITIM :Dalam perkembangan globalisasi, reformasi supremasi hukum,  perubahan peraturan perundang-udangan, otonomi daerah, menghadapi Revolusi Industri 4.0, penerapan standar ketenagakerjaan internasional, infrastruktur dan iklim investasi, serta peningkatan usaha di perusahaan, maka pola hubungan industrial perlu ada perubahan. Khususnya perubahan perilaku dan sikap kerja yang menyangkut banyak aspek, seperti sosial, budaya, ekonomi, politik, dan upaya peningkatan kesejahteraan.

Untuk itu, para pelaku hubungan industrial yang terdiri dari tiga unsur (pemerintah, pengusaha dan pekerja/buruh) perlu mempedomani 8 sarana hubungan industrial sebagaimana diatur dalam peraturan perundangan ketenagakerjaan. Meliputi serikat pekerja/buruh, organisasi pengusaha, lembaga kerjasama bipartit, lembaga kerjasama tripartit, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, peraturan ketenagakerjaan, dan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

Read More

“Hubungan industrial (HI) yang harmonis, dinamis dan berkeadilan sangat tergantung pada efektifitas delapan sarana HIP. Bila urusan HI diserahkan kepada bukan ahlinya, tunggulah kehancurannya. Di sinilah arti pentingnya delapan sarana HIP tersebut dikelola oleh SDM HI yang kompeten dan professional,” tegas Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial (PHI dan Jamsos) Haiyani Rumondang dalam Konvensi RSKKNI (Rancangan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia) Bidang Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial di Jakarta, Selasa (13/12/2018).

Atas dasar pertimbangan itu, Ditjen PHI dan Jamsos menempatkan program peningkatan kompetensi dan profesionalisme SDM HI (SDM Tripartit) sebagai prioritas. Program ini dilakukan  melalui tiga pilar pengembangan SDM HI berbasis kompetensi. Meliputi pengembangan standar kompetensi dan standar kualifikasi profesi HI, pengembangan pendidikan dan pelatihan berbasis kompetensi, serta pengembangan sistem sertifikasi kompetensi profesi HI.

Karena itu, Dirjen menyambut baik upaya untuk selalu meningkatkan relevansi, kualitas dan validitas SKKNI HI sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan dunia usaha dan industri.

Dalam sistem pengembangan SDM HI berbasis kompetensi, posisi SKKNI HI sangat strategis. Menjadi acuan utama dalam perumusan standar program pendidikan dan pelatihan HI, serta perumusan skema dan materi uji kompetensi dalam rangka sertifikasi kompetensi profesi HI.

Untuk itu, Haiyani sangat mengharapkan partisipasi aktif para peserta konvensi dalam dialog dan diskusi Rancangan SKKNI HI hasil kaji ulang. Dengan partisipasi aktif serta curahan ilmu dan pengalaman para peserta, konvensi akan mampu menghasilkan RSKKNI HI yang lebih relevan, berkualitas dan valid.

Ditetapkan Menaker

Dalam forum itu, Sesditjen PHI dan Jamsos Ending Khaeruddin yang sekaligus menjadi Ketua Tim Perumus menyatakan,  SKKNI bidang HI sejak ditetapkan pertama kali oleh Menteri Ketenagakerjaan pada 2011 dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 603 Tahun 2012,  telah mengalami perbaikan pada 2014 melalui Kepmenakertrans No. 346 Tahun 2014.

Karena waktu berlakunya SKKNI sudah cukup lama, maka dilakukan kaji ulang sehingga menghasilkan kristalisasi jumlah kompetensi dari 73 unit menjadi 46 unit. Pada kaji ulang tahun 2018 terjadi lagi kristalisasi kompetensi (sementara) dari 46 menjadi 36 unit.

Di samping kristalisasi jumlah unit kompetensi, kaji ulang SKKNI bidang HI juga menghasilkan perbedaan karakteristik. Bila karakteristik SKKNI HI versi tahun 2012 lebih diwarnai oleh unit-unit kompetensi pembinaan, maka karakteristik SKKNI HI versi tahun 2014 ada keseimbangan antara unit-unit kompetensi pembinaan dan unit-unit kompetensi pelaksanaan (Tripartit).

Sedangkan Rancangan SKKNI HI versi 2018 yang dibahas dalam konvensi ini, kata Ending, ditandai dengan pemecahan fungsi kunci Pengupahan dan Jaminan Sosial, menjadi fungsi kunci Pengupahan dan fungsi kunci Jaminan Sosial.

Dalam kesempatan itu, Myra M. Hanartani selaku Ketua Sidang Pleno Konvensi menyebutkan, konvensi RSKKNI merupakan lanjutan dari pra konvensi yang dilaksanakan pada Juli 2018. Tujuannya  agar SKKNI HI  dapat dipelihara validitas dan reliabilitasnya, sehubungan dengan perkembangan regulasi, cara kerja, maupun persyaratan kerja, yang merupakan standar minimal kemampuan kerja bagi pemangku kepentingan di bidang HI dan disusun berdasarkan kondisi terkini.

Dalam mendukung penerapan RSKKNI bidang HI yang selanjutnya akan ditetapkan menjadi SKKNI oleh Menteri Ketenagakerjaan dapat dilaksanakan secara optimal, para pelaku hubungan industrial diharapkan mengikuti uji kompetensi melalui standar ini. Baik pemerintah (pusat dan daerah yang membidangi hubungan industrial), pengusaha,  maupun Serikat Pekerja/Buruh, sehingga para pelaku HI dapat menjalankan tugas dan fungsinya secara profesional.

Konvensi RSKKNI akan ditindaklanjuti dengan penetapan SKKNI bidang HI oleh Menteri Ketenagakerjaan sebagai pihak yang bertanggung jawab untuk seluruh sektor ketenagakerjaan.

Agar dapat dipergunakan secara optimal, maka Peraturan Menteri Ketenagakerjaan tentang SKKNI bidang HI harus dilengkapi dengan kemasan kualifikasinya dalam bentuk Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) dan okupasi yang bersifat tetap. Sehingga dapat dijadikan acuan sebagai standar diklat dan sertifikasi bidang HI secara nasional.

“Sedang seluruh infrastruktur pelaksanaannya harus mengacu pada SKKNI yang ada. Selanjutnya, kemasan kualifikasi ini  menjadi tanggung jawab Ditjen PHI dan Jamsos sebagai penanggung jawab substansi teknis,” ujarnya. (Purwanto)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *