Jakarta, Maritim
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memastikan, akan mengakomodir dunia usaha agar cepat beralih pada industri hijau, dengan memberikan rekomendasi insentif fiskal maupun non fiskal. Seperti, misalnya, para penerima penghargaan industri hijau. Akan dapat menikmati suku bunga kredit yang lebih rendah dibanding suku bunga kredit perbankan secara komersial.
“Apabila telah memperoleh Standar Industri Hijau (SIH), perusahaan penerima Penghargaan Industri Hijau akan memperoleh sejumlah benefit,” kata Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Industri Hijau dan Lingkungan Hidup (KapuslitbangIHLH), Kemenperin, Teddy C Sianturi, di Jakarta, pecan lalu.
Menurutnya, selain memberikan keuntungan langsung dalam bentuk logo yang nantinya akan memberi nilai lebih apabila produknya diekspor, perusahaan yang memperoleh SIH juga akan diberi kesempatan berpromosi dan bekerjasama dengan para importirnya dengan difasilitasi oleh pemerintah.
Di samping itu, mereka juga akan memperoleh semacam bantuan teknis dan fasilitas, yang kini tengah diusulkan ke Kementerian Keuangan. Bentuk fasilitas dimaksud, antara lain penelitian dan pengembangan, seperti ketika mereka mengganti energi yang selama ini dikonsumsi dengan energi terbarukan.
Saat ini, pemerintah tengah mempersiapkan infrastruktur kelengkapan SIH menuju proses penerapan secara wajib, seperti kesiapan laboratorium pengujian. Pemberian sertifikasi SIH termasuk proses audit bagi 12 komoditi yang siap menerapkan SIH. Di mana sampai 2017 sudah ada 24 komoditi yang siap menerapkan SIH, antara lain di bidang industri semen, pupuk dan besi baja. Yang diharapkan pada 2018, industri plastik siap menerapkan SIH.
“Kemenperin berpandangan positif melihat jumlah perusahaan yang memperoleh sertifikat SIH bertambah dari sebelumnya pada 2010 baru mencapai 68 perusahaan. Pada 2015 jumlah yang memperoleh sertifikat 114 perusahaan dan tahun ini diharapkan jumlah tersebut terus bertambah. Kendati perusahaan yang memperoleh sertifikat tersebut kebanyakkan perusahaan yang bergerak di bidang industri manufaktur,” urai Teddy.
Dijelaskan, tim teknis yang dibentuk Kepala Badan Pengembangan dan Penelitian Industri (BPPI) Kemenperin, kini tengah menyusun SIH dimaksud. Keanggotaan tim teknis diwakili seluruh pemangku kepentingan yang meliputi unsur produsen/asosiasi, konsumen, regulator dan pakar di bidang yang relevan.
Kini, pemerintah bertekad untuk menjadikan SIH yang selama ini masih bersifat sukarela (voluntary), akan jadi aturan yang wajib diterapkan (mandatory). Seperti juga halnya Kesehatan, Keselamatan Kerja dan Lingkungan Hidup (K3LH) yang sudah diterapkan secara wajib. Tekad pemerintah itu ingin dalam beberapa waktu ke depan menjadikan SIH berlaku secara wajib.
Saat ini, aturan mengenai pedoman penyusunan SIH tertuang dalam Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperi) No 51/M-IND/PER/6/2015. Di mana SIH merupakan acuan para pelaku industri dalam menyusun secara konsensus, terkait dengan bahan baku dan bahan penolong. Energi, proses produksi, produk, manajemen pengusahaan, pengelolaan limbah dan/atau aspek lain yang bertujuan untuk mewujudkan industri hijau.
Permenperin yang merupakan bagian dari amanat UU No 3 tahun 2014 tentang Perindustrian menjelaskan, perencanaan penyusunan SIH dilakukan dengan memperhatikan berbagai aspek, antara lain kebijakan nasional di bidang standardisasi. Perkembangan industri di dalam dan luar negeri, perjanjian internasional serta kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Sementara dalam penyusunan SIH diterapkan sejumlah prinsip di antaranya transparansi dan keterbukaan, konsensus dan tidak memihak, efektif dan relevan. Koheren serta berdimensi pengembangan. Penyusunan SIH juga harus memperhatikan metode dan jenis verifikasi serta perolehan data yang tepat, benar, konsisten dan tervalidasi. (M Raya Tuah)