Surabaya, maritim
RAPAT Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) resmi menetapkan I Gusti Ngurah Ashkara Danadiputra yang biasa dipanggil Ari Ashkara sebagai Direktur Utama perusahaan menggantikan Pahala Mansury, yang menjabat direktur utama national flag carrier itu sejak 12 April 2017.
Terkait hal tersebut, Manshury menjelaskan: “Untuk alasan perubahan lebih baik, yang tahu pemegang saham, jadi lebih bagus tanyakan ke mereka. Intinya formasi baru ini sudah dapat restu pemegang saham. Hanya perlu saya jelaskan bahwa akhir-akhir ini kinerja perusahaan mulai kian membaik”.
Ada Desakan ?: Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno menegaskan perombakan direksi Garuda demi meningkatkan kinerja perusahaan. Jelasnya seusai jumpa media di Soehana Hall Energy Building, Rabu (12/9) sore kemarin: “Kami melihat, terdapat challenge ke depan. Seperti Garuda, apa saja tantangan yang harus dihadapi, dan keahlian keahliabn apa yang diperlukan Garuda”.
Saat ditanya awak media apakah perombakan direksi Garuda karena adanya tekanan dari serikat pekerja, Rini mengungkapkan perombakan direksi BUMN lazim dilakukan untuk menyesuaikan keahlian pimpinan dengan kebutuhan perusahaan.
Seperti diketahui, manajemen dan pilot yang tergabung dalam Asosiasi Pilot Garuda (APG) dan Serikat Karyawan Garuda (Sekarga) beberapa kali sempat bersitegang pada tahun lalu hingga pertengahan tahun ini. Salah satu yang diinginkan oleh APG dan Sekarga adalah perombakan atau pengurangan direksi karena dinilai di tengah kerugian yang diderita oleh perusahaan, justru perusahaan dipimpinb oleh terlalu banyak direksi.
Mengenai issue tersebut, Ari katakan pihaknya akan selalu melakukan koordinasi dengan APG dan Sekarga, agar kejadian masa lalu tak terulang kembali. Katanya: “Masalah kemarin hanya misscommunication”.
Geser-menggeser: Sebagai informasi, posisi terakhir Ari adalah Direktur Utama PT Pelindo III (Persero). Namun, Ari bukanlah orang baru di Garuda Indonesia, karena ia pernah menjabat sebagai direktur keuangan perusahaan pada 2014 lalu. Kemudian ia menjabat sebagai Dirut Pelindo III sejak 4 Mei 2017 berdasar SK Menteri BUMN No 89/MBU/5/2017, menggantikan Petrus Ruak Mudak Dirut Peliondo III sebelumnya, yang bergeser ke PT Bukit Asam yang bergerak di bidang pertambangan.
Selain Pahala, perombakan juga terjadi untuk jabatan Direktur Keuangan, Direktur Niaga Domestik, Direktur Kargo dan Pengembangan Usaha. Secara terpisah, Pahala mengatakan selama 17 bulan menjabat sebagai direktur utama kinerja Garuda Indonesia sudah mulai membaik. Hal itu dibuktikan dengan menurunnya tingkat kerugiannya yang dialami Garuda.
Mengutip laporan keuangan perusahaan, perusahaan tercatat menderita kerugian sebesar US$114 juta pada semester I 2018 atau melorot dibandingkan kerugian periode yang sama tahun lalu, yakni US$284 juta. Kerugian perusahaan membaik karena kenaikan pendapatan dari US$1,8 miliar menjadi US$1,9 miliar.
Berikut jajaran direksi baru Garuda Indonesia:
Direktur Utama: I Gusti Ngurah Ashkara Danadiputra
Direktur Niaga: Pikri Ilham Kurniansyah
Direktur Kargo dan Pengembangan Usaha: Mohammad Iqbal
Direktur Operasi: Bambang Adisurya Angkasa
Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko: Fuad Rizal
Direktur Human Capital: Heri
Direktur Teknik: I Wayan Susena
Direktur Layanan: Nicodemus Panarung
Disesali & Disyukuri: Penggeseran tugas Ari Ashkara dan Mohammad Iqbal dari Pelindo III yang tengah gencar melakukan restrukturisasu usaha itu dinilai kalangan internal BUMN Operator Pelabuhan yang bermarkas di Surabaya ini cukup menimbulkan reaksi menyesali, tetapi banyak pula fihak yang mensyukuri. Disesali, karena dengan bergesernya CEO Pellindo III, dikhawatirkan mandegnya upaya menjadikan BUMN ini mengembangkan bisnis beyond the port yang tengah digencarkan.
Melalui sigi terbatas dengan nara sumber sejumlah pejabat struktural maupun pegawai, Maritim mengumpulkan fakta adanya rasa syukur, karena diharapkan kebijakan-kebijakan restrukturisasi yang telah menelan korban 116 pejabat kehilangan posisi tak akan terulang. Demikian pula kebijakan pola mutasi yang didasari like and dislike, dapat dikembalikan pada pola karier pegawai, hingga tak lagi menambah panjang “pasukan sakit hati” di lingkungan Pelindo III.
Beberapa pegawai senior Pelindo III, memberi data dan fakta terjadinya karut-marut terkait pengisian jabatan dan pola karier, antara lain:
• Pengisian jabatan beberapa Vice Preident Corporate oleh pegawai yunior dengan masa kerja 5-7 tahun, tanpa mengindahkan antrian peluang dari pegawai yang telah memiliki masa kerja 12-17 tahun;
• By-pass pengangkatan/penggantian General Manager Cabang Kelas Utama (kelas jabatan 1) yang selama ini seakan menjadi hak GM Kelas I atau pejabat struktural Kantor Pusat yang dinilai mumpuni, kali ini kesempatan itu diberikan kepada GM Pelabuhan Cabang Kelas II (kelas jabatan 6). Demikian juga, terdapat GM Pelabuhan Cabang Kelas III yang “loncat katak” menjadi GM Pelabuhan Cabang Kelas I;
• Menggeser Manager di Cabang Pelabuhan strategis yang baru bertugas 2 bulan, dan mengganti dengan pejabat Kantor Pusat (Asisten Senior Manager) kelas jabatan 6 yang berarti degradasi ke kelas jabatan 8, karena pejabat ini sebelumnya juga pernah bertugas pada posisi sama di pelabuhan yang sama, dengan kelas jabatan 8;
• Mutasi terhadap Direktur Utama salah satu anak perusahaan, kemudian ditugasi menjabat Dirut anak usaha di bawah pengelolaan perusahaan yang sebelumnya ia pimpin sebagai Dirut pula.***ERICK ARHADITA