Tol Laut Dinilai Belum Efektif Turunkan Harga Barang di Daerah

JAKARTA-MARITIM: Program Tol Laut yang digadang-gadang menjadi program Pemerintahan saat ini. Program itu juga dianggap salah satu solusi logistik di Indonesia.

Read More

Namun, program Tol Laut yang sudah berjalan selama empat tahun pemerintahan saat ini, justru dinilai belum berdampak efektif terhadap penurunan harga barang-barang di daerah.

Bahkan, keberadaan Tol Laut dinilai justru merugikan bisnis pelayaran swasta lantaran menimbulkan persaingan yang tidak sehat.

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati menilai program Tol Laut belum efektif menurunkan harga barang-barang di daerah.

“Jangankan menurunkan harga barang-barang di daerah, defisit neraca dagang kita malah membengkak, harga harga di daerah ya tetap mahal,” kata Enny, akhir pekan lalu.

Subsidi Tol Laut juga tidak efisien karena kapal berangkat dengan muatan penuh tapi pulang dengan muatan kosong. Sedangkan jika akan disubsidi 100%, program Tol Laut akan semakin membebani anggaran negara.

Menurut Enny, harga barang-barang di daerah akan turun jika pemerintah mampu menumbuhkan aktivitas ekonomi daerah. Industri pelayaran domestik pun akan hidup dan berkembang tanpa perlu disubsidi.

Ini dilakukan dengan adanya muatan kembali ke pulau Jawa dan mengatasi ketidakseimbangan muatan yang selama ini jadi masalah.

Dalam program Tol Laut, Enny berpendapat, Indonesia seharusnya bisa membangun Batam yang berada di kawasan terluar berbatasan dengan Singapura, Malaysia dan dekat Thailand sebagai pusat logistik nasional.

Hal itu bisa dilakukan dengan mengoptimalkan keberadaan Free Trade Zone (FTZ) Batam. Sayangnya, FTZ kini menjadi komoditas politik sehingga terus bertranformasi dan kini menjadi kawasan ekonomi khusus.

Jika Batam dijadikan pusat logistik, semua barang impor akan masuk ke Batam tidak langsung masuk misalnya ke Kalimantan, Sulawesi, Sumatera. Sebaliknya, komoditas dari dari pulau lain yang selama ini langsung diekspor mentah dikirimkan lebih dahulu ke Batam.

Selanjutnya, komoditas tersebut diolah di Batam sebelum diekspor atau dikirimkan lagi ke berbagai daerah. Aktivitas ekonomi tersebut akan menghidupkan Tol Laut.

“Dalam hal ini, investor yang akan masuk juga diberikan kebebasan asalkan industri yang dibangun berorientasi ekspor,”paparnya.

Jika dijadikan pusat logistik, Enny melihat Batam sebenarnya lebih potensial dibandingkan dengan Singapura. Dengan menjadikan Batam sebagai pusat logistik nasional, masalah defisit neraca dagang juga bisa dikendalikan.

KONSEP JELAS

Ke depan, Enny berharap, pemerintah memiliki konsep Tol Laut yang lebih jelas dari filosofi hingga teknis operasionalnya.

“Kalau mau Tol Laut, transportasi barang antar pulau antar provinsi melalui laut, yang dibangun bukan angkutan mobilitas orang, tapi mobilitas barang baru akan ciptakan biaya logistik turun. Jangan hanya sekedar jargon tapi implementasinya tidak nyambung,” imbuh Enny.

Direktur The National Maritime Institute (NAMARIN) Siswanto Rusdi mengatakan, dalam program Tol Laut pengangkutan barang dilakukan dengan kapal kontainer untuk barang peti kemas dan kapal penumpang untuk barang non peti kemas.

Subsidi yang diguyurkan oleh pemerintah untuk Tol Laut cukup besar yakni Rp 447,6 miliar pada tahun 2018. Selain itu, Siswanto menyebut, pemerintah juga memberikan subsidi untuk kapal penumpang Sabuk Nusantara sekitar Rp 1 triliun.

Selama ini untuk program Tol Laut, pemerintah membangun kapal dan menyerahkannya untuk dikelola oleh Pelni, ASDP dan Djakarta Lloyd. Selanjutnya angkutan kapal Tol Laut mendapatkan subsidi dari pemerintah.

“Tol Laut itu kan dapat subsidi sedangkan pelayaran swasta mengikuti harga pasar. Pada rute-rute tertentu mereka berhimpitan sehingga persaingannya tidak seimbang dan akhirnya pelayaran swasta merugi dan banyak yang sudah megap-megap,” kata Siswanto.

MEKANISME PASAR

Siswanto Rusdi,Direktur Namarin

Siswanto menguraikan, adapun rute-rute yang berhimpitan antara kapal Tol Laut dan kapal swasta terjadi misalnya dari Tanjung Perak – Timika atau Tanjung Perak – Fakfak.Tol Laut sendiri memiliki cukup banyak rute dan selama ini pemerintah mengganggap tidak ada pelayaran di jalur tersebut. Asumsi tersebut menurut Siswanto salah.

“Di jalur yang berhimpitan ada juga kapal swasta yang lebih dulu hadir sebelum tol laut. Tapi nasibnya sekarang malah tidak jelas setelah ada tol laut,” imbuh Siswanto.

Seharusnya, subsidi Tol Laut diberikan kepada kapal swasta yang sudah ada saja. Apalagi, perusahaan pelayaran swasta memiliki semua tipe kapal dan kapasitas yang besar sehingga cukup untuk mensuplai kebutuhan program Tol Laut.

“Pelayaran swasta mati, untuk peti kemas di dalam negeri sudah banting harga. Sebelum 2015 saja, swasta cenderung menurun ditambah tol laut makin tak sulit,” kata Siswanto.

Pelayaran swasta baru mulai dilibatkan dalam program Tol Laut mulai tahun lalu. Ada tiga perusahaan yang memenangi lelang tender Tol Laut yakni PT Mentari Sejati Perkasa, PT Temas Line Tbk dan PT Meratus Line.

Ke depan, Siswanto berharap, subsidi Tol Laut dihentikan saja dan biarkan mekanisme pasar yang bekerja. Jika tidak, subsidi Tol Laut dibuka seluas-luasnya bukan hanya untuk perusahaan BUMN tapi bagi semua pelayaran swasta yang melayani rute Tol Laut.(mad/hb)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *