JAKARTA – MARITIM : Sebagai negara kepulauan, Pemerintah Indonesia wajib,
menjaga wilayah laut serta sumber daya dan lingkungan laut ,terhadap akibat yang dihasilkan dari aktivitas pelayaran dan lainnya yang dilaksanakan di laut.
Berpulang pada hal tersebut
Direktur Jenderal Perhubungan Laut, R. Agus H. Purnomo, mengatakan,
jelang diimplementasikannya Traffic Separation Scheme (TSS) Selat Sunda dan Selat Lombok secara penuh pada tanggal 1 Juli 2020 mendatang, Kementerian Perhubungan Cq. Direktorat Jenderal Perhubungan Laut melalui Direktorat Kenavigasian terus melakukan persiapan dan pemantapan. Salah satunya menggelar Focus Group Discussion (FGD) Navigation Guidelines Traffic Separation Scheme (TSS) in The Sunda and Lombok Straits di Redtop Hotel Convention Centre Pecenongan Jakarta Rabu (18/12).
Menurut R. Agus H. Purnomo, pengimplementasian TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok, merupakan wujud nyata pelaksanaan kewajiban Pemerintah Indonesia untuk menjaga wilayah laut serta sumber daya dan lingkungannya.
Mengingat, negara kepulauan, laut memiliki peranan yang cukup berarti sebagai pemersatu bangsa dan wilayah Indonesia. Sebagai konsekuensinya, sudah menjadi kewajiban Pemerintah untuk melakukan penyelenggaraan penegakkan hukum, baik terhadap ancaman pelanggaraan pemanfaatan perairan, serta dalam menjaga dan menciptakan keselamatan pelayaran.
Menurut Dirjen Agus, penguasaan dan pengelolaan negara Indonesia atas laut ini, diatur dalam Konvensi Hukum Laut Internasional Tahun 1982 (UNCLOS 82), yang mengakui konsepsi negara kepulauan sebagai integral hukum laut Internasional dan memperkenankan Pemerintah Indonesia untuk menetapkan alur-alur pelayaran yang melalui perairan Indonesia sebagai jalur laut bagi pelayaran Internasional.
Dirjen Agus menjelaskan, selain Selat Malaka, dua selat yaitu Selat Sunda dan Selat Lombok juga merupakan jalur transportasi laut yang sangat vital dan strategis bagi kapal-kapal niaga di wilayah Asia Timur. Selain itu, kepadatan di kedua Selat ini juga ditambah dengan banyaknya jalur penyeberangan yang dilalui kapal-kapal penumpang dari Pulau Jawa menuju Pulau Sumatera, dan dari Pulau Jawa menuju Pulau Nusa Tenggara Barat.
“Dengan meningkatnya kepadatan, tentunya berdampak dengan meningkatnya risiko terjadinya kecelakaan di laut akibat terjadinya tubrukan kapal. Untuk itulah, Pemerintah Indonesia mencari solusi dengan menetapkan TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok untuk meminimalisir terjadinya musibah di Laut,” jelasnya.
Hadir sebagai narasumber antara lain Kepala Dinas Hukum TNI AL, Kresno Buntoro, Kepala Seksi Advokasi dan Desiminasi Keselamatan Pelayaran, Jan Piter Daniel, dan Konsultan TSS, dan Asisten Deputi Bidang Navigasi dan Keselamatan Maritim, Odo Manuhutu yang bertindak selaku moderator.
Dalam kesempatan tersebut, Direktur Kenavigasian Basar Antonius, mengatakan, setelah melalui proses perjuangan yang cukup panjang, TSS Selat Sunda dan Selat Lombok ini akhirnya disahkan dan ditetapkan melalui Sidang International Maritime Organization (IMO) Maritime Safety Committee (MSC) ke-101 yang diselenggarakan bulan Juni 2019 lalu. Namun demikian, menurut Basar, perjuangan Indonesia tidak boleh berhenti hanya sampai dengan TSS Selat Sunda dan Selat Lombok disahkan.
Pengimplementasian kedua TSS tersebut, lanjutnya, Pemerintah perlu menetapkan aturan-aturan, antara lain terkait kewajiban lapor bagi kapal-kapal yang melintasi TSS Selat Sunda dan Selat Lombok dengan tujuan pelabuhan-pelabuhan Indonesia, serta mengatur tata cara berlalu lintas di kedua Selat tersebut.
“Pemerintah Indonesia melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan, telah menyusun suatu panduan bagi kapal-kapal yang melintas, baik itu hanya melakukan lintas transit, maupun yang akan menuju ke pelabuhan-pelabuhan yang ada di Indonesia,” ungkap Basar.
Untuk itulah, Direktorat Kenavigasian Ditjen Perhubungan Laut menginisiasi penyelenggaraan Kegiatan FGD ini, yakni sebagai sarana untuk bertukar ilmu pengetahuan dan pengalaman bagi pengelolaan alur di TSS Selat Sunda dan Selat Lombok di masa mendatang secara lebih baik, sehingga dapat membantu terwudunya keselamatan pelayaran di kedua Selat tersebut.
Dalam kegiatan FGD ini, antara lain dibahas tentang Aspek Hukum Laut Internasional dalam Implementasi TSS Selat Sunda dan Selat Lombok, Peran Serta Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP) dalam Penegakkan Hukum di Laut untuk Implementasi TSS Selat Sunda dan Selat Lombok, serta Navigational Guidelines TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok.
FGD yang dibuka oleh Direktur Jenderal Perhubungan Laut, R. Agus H. Purnomo ini dihadiri oleh perwakilan dari Kementerian dan instansi serta stakeholder terkait, antara lain Kepala Pusat Hidrografi dan Oseanografi TNI AL, Direktur Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional Kementerian Luar Negeri, pejabat di lingkungan Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Kementerian Pariwisata Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian ESDM, pejabat Pemda Banten, Lampung, Bali dan Nusa Tenggara Barat, serta para Kepala Kantor Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Perhubungan Laut. (Rabiatun)