ALI : Tol Laut, Program Gagal Tak Terselamatkan ?

JAKARTA – MARITIM : Asosiasi Logistik Indonesia (ALI), menilai tol laut sebagai program yang tidak memberikan dampak jangka panjang dalam menurunkan disparitas harga antara Indonesia Barat dan Timur. Musababnya, pemberian subsidi terhadap pelayaran akan membuat ketergantungan. Ketua Umum ALI, Zaldi Ilham Masita, mengatakan lebih dari Rp1 triliun uang APBN habis dan tidak ada yang dicapai dari program tol laut tersebut. Jumlah tersebut belum termasuk biaya pembangunan kapal yang mencapai Rp50 triliun.

Read More

Umgkapnyabeberapa waktu lalu: “Kesalahan yang paling mendasar adalah Kemenhub menjalankan konsep tol laut dengan paradigma transportasi, padahal tujuan dari tol laut untuk menurunkan disparitas harga adalah paradigma supply chain, ini awal dari segala kesalahan eksekusi dari tol laut. Gagal total dengan membuang Rp1 triliun uang negara”.

Dia menuturkan Pelni pun tidak menjadi perusahaan pelayaran yang kuat. Pelabuhan-pelabuhan di daerah yang dilalui tol laut juga kondisinya masih menyedihkan. Pun demikian dengan ekonomi di daerah-daerah yang dilalui tol laut, juga tidak membaik serta merta membaik. Lebih lanjut, sebenarnya, subsidi macam tol laut sudah diatur dalam Peraturan Presiden No. 26 Tahn 2012, yang sudah ada pembahasan tentang short sea shipping dan sangat mirip dengan tol laut.

Menurutnya, seharusnya konsep tol laut mengikuti short sea shipping dalam aturan sistem logistik nasional (sislognas) tersebut. Zaldi menilai masalah yang paling mendasar adalah memberikan subsidi pada pelayaran adalah solusi yang salah karena sangat rawan penyelewengan dan tidak memberikan dampak jangka panjang menurunkan disparitas harga di luar Pulau Jawa.

“Subsidi mestinya dialihkan ke infrastruktur pelabuhan di daerah-daerah terpencil agar biaya pelabuhannya lebih efisien; bongkar muat juga tidak berhari-hari jadi bisa berdampak lebih panjang dan semua pelayaran bisa menikmati,” terangnya.

Zaldi menegaskan, membenahi tol lau sebenarnya dapat dilakukan melalui 4 solusi utama. Solusi pertama yakni subsidinya jangan diberikan kepada pelayaran. Langkah kedua, subsidi dilakukan untuk perbaikan fasilitas pelabuhan dan bongkar muat di pelabuhan, sehingga semua kapal bisa sandar dengan cepat tanpa antrian dan bongkarnya juga cepat. Ketiga, pemda yang disinggahi mendapat fasilitas tol laut harus ikut aktif mengurangi biaya di darat di daerah masing-masing, seperti biaya truk masuk pelabuhan, tenaga bongkar muat. Paparnyapula: “Pungli harus nol dan pungutan-pungutan daerah juga nol, kalau tidak memberikan komitmen ya tidak perlu diberi fasilitas tol laut”.

Keempat, rute sekarang yang modelnya milk run perlu dirombak total karena frekuensi kapal ke suatu daerah menjadi sangat lama atau jarang. Pungkasnya: “Perlu dibuat model shuttle dengan hub and spoke, sehingga kapal pelayaran rakyat juga mendapatkan andil untuk mengantar muatan dari hub ke pelabuhan-pelabuhan kecil di sekitarnya,” ujarnya. (MRT/2701)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *