Perlu Penguatan Badan Otoritas Pelabuhan pasca Merger Pelindo

Sekjen IMLOW, Achmad Ridwan Tentowi

SEJAK  1 Oktober 2021, merger atau penggabungan empat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Layanan Jasa Pelabuhan, yaitu Perusahaan Perseroan (Persero) PT Pelabuhan Indonesia I, Perusahaan Perseroan (Persero) PT Pelabuhan Indonesia III, dan Perusahaan Perseroan (Persero) PT Pelabuhan Indonesia IV, secara resmi telah terlaksana.

Merger tersebut direspon postif berbagai kalangan masyarakat dan pelaku usaha sebagai upaya memperkuat BUMN Kepelabuhanan nasional sekaligus mendorong program Pemerintah RI untuk lebih mengfektifkan layanan jasa kepelabuhanan dan mengefisiensikan biaya logistik di tanah air.

Read More

Penggabungan Badan Usaha Pelabuhan (BUP) Pelindo itu idealnya juga dibarengi dengan penguatan keberadaan Otoritas Pelabuhan untuk menjadikannya sebagai Badan Otoritas Pelabuhan (BOP) yang diharapkan bisa sebagai lembaga yang independen dalam mengawal dan mengawasi seluruh regulasi yang berkaitan dengan aktivitas kepelabuhanan dan angkutan laut di Indonesia.

Merger Pelindo juga memformulasikan model pengelolaan manajemen pelabuhan di Indonesia menjadi empat wilayah regional, yakni Pelindo regional 1, regional 2, regional 3 dan regional 4.

Idealnya Pemerintah melalui Kemenhub juga memperkuat regulasinya dengan menghadirkan Otoritas Pelabuhan setingkat BOP (Badan Otoritas Pelabuhan) di keempat regional tersebut.

Sebagaimana diketahui, pasca merger Pelindo itu, kini wilayah kerja dan pengelolaan Pelindo terbagi dalam Regional 1 yang meliputi; Pelabuhan Belawan, Pelabuhan Dumai, Belawan International Container Terminal, Terminal Peti Kemas Domestik Belawan, Pelabuhan Tanjung Pinang, Pelabuhan Pekan Baru, Pelabuhan Tanjung Balai Karimun, Pelabuhan Kuala Tanjung, Pelabuhan Batam, Pelabuhan Sei Pakning, Pelabuhan Sibolga, Pelabuhan Malahayati, Pelabuhan Lhokseumawa, Pelabuhan Tanjung Balai Asahan, Pelabuhan Tembilahan, Pelabuhan Gunung Sitoli.

Kemudian, Pelindo Regional 2 meliputi, Pelabuhan Tanjung Priok, Pelabuhan Palembang, Pelabuhan Panjang, Pelabuhan Pontianak, Pelabuhan Teluk Bayur, Pelabuhan Bengkulu, Pelabuhan Banten, Pelabuhan Cirebon, Pelabuhan Jambi, Pelabuhan Pangkal Balam, Pelabuhan Sunda Kelapa, Pelabuhan Tanjung Pandan.

Pelindo Regional 3 meliputi: Pelabuhan Tanjung Intan-Cilacap, Pelabuhan Tegal, Pelabuhan Tanjung Emas, Pelabuhan Gresik, Pelabuhan Tanjung Perak, Pelabuhan Pasuruan, Pelabuhan Tanjung Tembaga, Pelabuhan Panarukan-Situbondo, Pelabuhan Kalianget, Pelabuhan Tanjung Wangi, Pelabuhan Celukan Bawang, Pelabuhan Benoa, Pelabuhan Lembar, Pelabuhan Gilimas, Pelabuhan Badas, Pelabuhan Bima, Pelabuhan Waingapu, Pelabuhan Ende, Pelabuhan Ippi, Pelabuhan Maumere, Pelabuhan Kupang, Pelabuhan Kalabahi, Pelabuhan Gunung Batu Besar, Pelabuhan Kotabaru, Pelabuhan Stagen, Pelabuhan Batulicin, Pelabuhan Pagatan, Pelabuhan Satui, Pelabuhan Mekar Putih, Pelabuhan Banjarmasin, Pelabuhan Basirih, Pelabuhan Kuala Kapuas, Pelabuhan Pulang Pisau, Pelabuhan Bahur, Pelabuhan Pagetan Mendawai, Pelabuhan Bagendang, Pelabuhan Sampit, Pelabuhan Samuda, Pelabuhan Kumai, Pelabuhan Bumi Harjo, Pelabuhan Pangkalan Bun, Pelabuhan Sukamara, dan Pelabuhan Kuala Pembuang.

Adapun Pelindo Regional 4, yakni; Pelabuhan Bitung, Pelabuhan Balikpapan, Pelabuhan Samarinda, Pelabuhan Bontang, Pelabuhan Sengata, Pelabuhan Tanjung Redeb, Pelabuhan Tarakan, Pelabuhan Nunukan, Makassar Container Terminal, Makassar New Port, Pelabuhan Pare-Pare, Pelabuhan Pantoloan, Pelabuhan Kendari New Port.

Selain memperbaiki infrastruktur, Indonesia sebagai Negara Kepulauan yang pada saat ini menuju Negara Maritim perlu menata kelola instansi dan lembaga pendukung penggerak sektor kemaritiman-nya yakni salah satunya Lembaga Otoritas Pelabuhan yang independen.

Hal ini menjadi krusial agar visi dan misi menjadikan RI sebagai poros maritim dunia bisa terealisasikan.

Tanggung Jawab

Sejak awal, IMLOW  mendorong agar Otoritas Pelabuhan (OP) di Indonesia diperkuat dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden ataupun Menteri Perhuhungan.

Pasalnya, instansi OP mesti berdiri sebagai lembaga independen atau setingkat badan tersendiri yang bertanggung jawab langsung kepada Kementerian teknis terkait dalam hal ini Menteri perhubungan maupun kepada Presiden.

Jika OP sebagai regulator tertinggi di pelabuhan dan lebih independent diharapkan mampu berperan mengawal efisiensi biaya logistik di suatu pelabuhan guna meningkatkan daya saing nasional.

Apalagi saat ini Pemerintah sedang fokus merealisasikan national logistic ecosystem (NLE). Harapannya, dengan peran OP yang lebih kuat maka bisa mengawal implementasi program NLE itu.

Disisi lain, bahwa istilah Otoritas Pelabuhan Utama, Syahbandar Utama, dan KSOP yang ada saat ini perlu ditinjau ulang dan diganti dengan nama lembaga Syahbandar maupun Otoritas Pelabuhan (OP) saja sesuai dengan amanat UU No: 17/2008 tentang Pelayaran.

Sebab, posisi dan status OP memengaruhi banyak hal antara lain, kecepatan dalam menyikapi penanganan masalah di lapangan hingga yang berkaitan dengan optimalisasi fasilitas pelabuhan maupun investasi.

Apalagi, peran dan fungsi kewenangan regulator tertinggi di pelabuhan sangat berhubungan erat dengan tingkat efektivitas dan efisiensi layanan kepelabuhanan, termasuk mengkonsolidasikan seluruh stakeholders terkait untuk mengeksekusi kebijakan pemerintah secara langsung.

Oleh sebab itu, dengan adanya formulasi 4 regional pelabuhan oleh BUP Pelindo itu perlu dipertimbangkan oleh Pemerintah untuk memperkuat otoritas pelabuhan di keempat wilayah/regional itu dengan menghadirkan BOP yang independent demi kecepatan dalam menyikapi penanganan masalah di lapangan hingga yang berkaitan dengan optimalisasi fasilitas maupun investasi di pelabuhan, Indonesia.**

*Penulis: Achmad Ridwan Tentowi, Sekjen Indonesian Maritime Logistic and Transportation Watch (IMLOW) yang juga Pengurus Perkumpulan Ahli Keselamatan dan Keamanan Maritim Indonesia/AKKMI.

Related posts