SURABAYA-MARITIM: Direktorat Jenderal Binapenta dan PKK (Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja) menggelar Rapat Koordinasi dan Serap Aspirasi Layanan Terpadu Satu Atap-Pekerja Migran Indonesia (LTSA-PMI) di Surabaya, Jawa Timur, Kamis (29/9/2022). Rakor ini diharapkan menjadi momentum perbaikan tata kelola PMI, sekaligus koreksi dan mencari akar masalah pada tata kelola penempatan PMI.
“Saya berharap LTSA-PMI yang sudah bagus bisa dishare ilmunya kepada yang lain, sedang untuk LTSA-PMI yang kurang maksimal bisa disampaikan apa saja persoalannya. Dengan demikian kami mendapat potret yang utuh atas segala hal yang ada di LTSA-PMI,” kata Dirjen Binapenta dan PKK Kemnaker, Suhartono, saat membuka Rakor yang dihadiri para pimpinan LTSA dan pejabat terkait. Rakor diselenggrakan dalam rangka evaluasi dan serap aspirasi 45 LTSA-PMI yang ada selama ini.
Dirjen meyakini, apabila 45 LTSA-PMI disepakati menjadi dua kelompok, maka hasilnya pasti ada yang hidup dan ada yang mati. Berdasarkan pemetaan yang dihimpun oleh Direktorat Bina Penempatan dan Pelindungan PMI (BP2MI), terdapat 36 atau 80 persen LTSA-PMI yang aktif dan 9 atau 20 persen LTSA-PMI yang mati atau tidak jalan.
“Karena itu di sinilah pentingnya koordinasi, evaluasi dan serap aspirasi ini. Saya berharap pada kegiatan kali ini kami mendapat sebuah pemetaan yang jelas dari 45 LTSA-PMI yang sudah terbentuk,” ujarnya.
Suhartono menegaskan pihaknya perlu melakukan pemetaan sebagai dasar pertimbangan untuk mengambil sebuah kebijakan, khususnya dalam rangka menyusun Peraturan Menteri terkait LTSA-PMI. “Bersinergi dan kolaborasi merupakan keniscayaan untuk saat ini. Dengan pihak manapun, selama itu baik dan membawa kemanfaatan bagi masyarakat, perlu dan harus kita lakukan,” katanya.
Suhartono memberikan apresiasi kepada LTSA-PMI Tulungagung, Blitar, dan Cirebon yang telah menjadi LTSA-PMI percontohan, karena telah berkolaborasi dengan International Labour Organization (ILO), dengan cara mengintegrasikan layanan Migrant Worker Resource Centre (MRC) yang responsive gender ke dalam LTSA-PMI.
“Hal ini tentu akan berdampak pada penguatan layanan penempatan dan perlindungan PMI yang semakin optimal, mudah diakses, dan memberikan layanan perlindungan menyeluruh dan responsif gender,” ujarnya. (Purwanto).