JAKARTA – MARITIM : Berhubungan dengan kian dekatnya tenggat waktu dimulainya proyek pembangunan kereta api semi cepat Jakarta-Surabaya, terbetik berita terjadinya perebutan keinginan turut serta dalam pembangunan, oleh maskapai asal Negeri Sakura Jepang dengan perusahaan asal Negara Panda Merah Tiongkok.
Padahal, proyek ini sebenarnya sudah sejak awal melibatkan fihak Jepang, tanpa campur tangan Tiongkok. Terkait dengan hal tersebut, Luhut Binsar Pandjaitan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman menegaskan, saat ini proses studi sudah masuk tahap finalisasi oleh pihak investor Jepang.
Seperti diketahui, di penghujung era pemerintahan Presiden Joko Widodo – Jusuf Kalla (Jokowi-JK) sebelum memasuki masa pemerintahannya kedua yang kali ini didampingi oleh
KH Ma’ruf Amin, proyek pembangunan moda transportasi semi cepat berbasis rel yang akan menghubungkan kota Jakarta dengan Surabaya, sudah harus dimulai.
Semula, proyek besar ini akan berupa angkutan massal antar dua kota utama di Pulau Jawa itu, akan diwujudkan sebagai KA cepat yang dapat menempuh jarak sekitar 800 Km, dalam waktu 5 jam dengan kecepatan jelajah sekitar 200 km/jam. Tetapi mengingat pelbagai kondisi yang diperkirakan akan memunculkan kendala, targetnya diperlunak menjadi waktu tempuh sekitar 6 jam dengan kecepatan jelajah KA sekitar 150-160 Km/jam.
Melalui banyak pertimbangan teknologi maupun finansial, serta bentuk kerjasama yang dinilai fleksibel, proyek tersebut disetujui akan dikerjakan bersama pemodal dari Jepang, dan pengerjaannya juga melibatkan para ahli yang telah membuktikan kehandalannya dalam membangun jalur KA Shinkasen maupun Tokaido Ekspress.
Namun, belakangan muncul penawaran dari investor asal Tiongkok, untuk ikut mengerjakan proyek pembangunan kereta api semicepat Jakarta-Surabaya tersebut. Menurut Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan sebagau penanggungjawa proyek ini, Indonesia boleh saja mengabaikan tawaran Tiongkok apabila Jepang dapat menjaga kepercayaan.
Ujar Menko kepada awak media ketika ditemui di komplek parlemen Senayan Jakarta, pekan lalu: “Saya pikir, kita masih in favour kepada Jepang. Tetapi fihak Jepang juga tidak boleh semau dia juga. Karenanya, untuk saat ini kita harus pandai-pandai mencermati masalah, dan berani berkata: kamu jangan lagi seperti dalam pembangunan proyek MRT yang terkesan dikunci banget”.
Mengacu pada proyek MRT yang dikerjakan Jepang, Menko Meritim menilai Indonesia tak punya banyak kesempatan untuk mengembangkan sejumlah aspek. Terkesan adanya niat fihak Jepang untuk “mengunci” masalah, dalam arti bahwa transfer teknologi dari Jepang ke Indonesia sulit direalisasikan. Tegas Menko: “Kita juga harus ada punya kebebasan dalam memanfaatkan local content dan transfer teknologi, atau hal-hal seperti itu lah”.
Memungkasi keterangan, Menko Luhut menjelaskan, dalam situasi terkini Jepang sulit untuk ditelikung oleh Tiongkok. Sebab, pihak Jepang juga menunjukkan niat serius mengerjakan proyek tersebut. Menko Kemaritiman berucap: “Saya pikir agak sulit kalau Tiongkok ingin masuk, karena Jepang pengen benar-benar terlibat penuh di proyek ini. Dan kita juga lihat Jepang ini, merupakan long investor di Indonesia”. (Erick Arhadita)