Jakarta, Maritim
Kementerian Ketenagakerjaan tetap meminta Imigrasi untuk memperketat pembuatan paspor bagi WNI yang terindikasi akan menjadi TKI (Tenaga Kerja Indonesia) non prosedural. Mereka umumnya berdalih melakukan kunjungan wisata, mengunjungi keluarga, atau menunaikan ibadah umroh, tapi tujuan sebenarnya akan bekerja di luar negeri.
Pengetatan ini untuk mencegah terjadinya TKI berangkat ke luar negeri secara non prosedural dan melindungi WNI menjadi korban trafficking atau tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
“Kalau perlu, pada saat wawancara petugas bisa menanyakan mereka tentang kepemilikan rekening tabungan. Tapi ini harus ada dasar hukumnya, supaya terhindar dari tuduhan melanggar hak azasi manusia (HAM),” kata Direktur Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Luar Negeri Kemnaker Sus Hindarno dalam media gethering di Jakarta, Senin (3/4/2017).
Dikatakan, untuk merancang dasar hukumnya yang kuat, sejumlah kementerian terkait dalam waktu dekat akan melakukan pertemuan, sekaligus menandatangani Perjanjian Kerja Bersama. Antara lain Kementerian Tenaga Kerja, Hukum & Ham, Luar Negeri, Kementerian Dalam Negeri, Bareskrim Polri, dan BNP2TKI.
“Dasar hukum yang mewajibkan WNI terindikasi akan menjadi TKI non prosedural memiliki rekening tabungan akan dikeluarkan oleh Menteri Hukum dan HAM. Berapa besarnya belum diketahui,” ucap Sus yang didampingi Karo Humas Kemnaker Sahat Sinurat.
Kebijakan baru tersebut menyusul dicabutnya Surat Edran (SE) Dirjen Imigrasi Nomor IMI-0277.GR.02.06 Tahun 2017 tentang Pencegahan TKI non-prosedural, tertanggal 24 Februari 2017. SE tersebut dicabut dalam beberapa hari kemudian setelah mendapat penolakan dari masyarakat, karena kebijakan itu menggenalisir semua WNI yang akan membuat paspor sehingga dianggap melanggar HAM. Bahkan dinilai berpotensi terjadi penyalahgunaan wewenang kekuasaan, korupsi atau suap dalam pengurusan paspor.
Sus Hindarno menegaskan, pembuatan paspor bagi calon TKI harus berdasarkan rekomendasi dari Disnaker. Sedang pembuatan paspor bagi WNI yang akan umroh harus mendapat rekomendasi Kantor Kemenag di daerah.
199 PT diskors
Lebih jauh dijelaskan, selain pengetatan paspor, pencegahan TKI non prosedural dan TPPO juga dilakukan dengan pengawasan ketat di keluar wilayah Indonesia yang tersebar di sejumlah titik. Baik tujuan Malaysia lewat jalur darat dan laut maupun tujuan ke negara-negara Timur Tengah melalui jalur laut dan udara.
Hingga kini, kata Sus, kebijakan moratorium penempatan TKI ke 21 negara di Timur Tengah yang dilakukan sejak 1 Juli 2015, belum dicabut. Tapi banyak PT yang mengirim TKI ke Timteng secara illegal. Saat ini ada 60.000 TKI di Saudi yang harus dipulangkan ke Indonesia.
“Pengawasan ketat tersebut dilakukan oleh Satgas (Satuan Tugas) Bersama yang melibatkan 7 kementerian /lembaga, termasuk TNI dan Polri,” tandasnya.
Pengiriman TKI non prosedural atau illegal ini dilakukan PPTKIS (Pelaksana Penempatan TKI Swasta), atau perorangan yang numpang proses ke suatu PT. Dari PPTKIS nakal itu, Kemnaker selama 2016 telah mencabut izin 46 PPTKIS. Dari jumlah ini, 2 di antaranya melakukan TPPO, 14 PT mengirim TKI non prosedural, 26 tidak memenuhi syarat perpanjangan izin, dan 4 PT lainnya mengundurkan diri.
Sedang 199 PT diskors sejak 30 Desember 2016 selama 3 bulan. Tidak dijelaskan rinci pelanggaran 199 PT tersebut yang sebagian besar mengirim TKI ke Hongkong dan Taiwan.
Menurut Sus Hindarno, ada 3 penyebab utama terjadinya TKI illegal. Pertama, kurangnya informasi layanan ke luar negeri. Ini terjadi karena terbatasnya anggaran dan sosialisasi setiap tahun hanya dilakukan ke beberapa daerah, sehingga tidak merata.
Kedua, terbatasnya akses informasi pasar kerja, baik di dalam dan ke luar negeri. Dan ketiga, makin maraknya praktek percaloan. Para calo ini biasanya mengantar calon TKI sampai ke bandara atau pelabuhan untuk menyeberang ke luar negeri.**Purwanto.