KEMENTERIAN Kordinator Maritim merekomendasikan agar aturan kapal angkut ikan hidup direvisi. Pembatasan empat pelabuhan muat singgah bagi kapal asing perlu ditambah untuk atasi kemacetan ekspor ikan kerapu. Usulan mengubah Permen KP No 32/Men-KP/2016 itu mengemuka dalam Rapat Koordinasi dan Sinkronisasi Tata Kelola Budi Daya Kerapu yang digelar Kemenko Maritim melibatkan pembudidaya kerapu serta Kementerian Kelautan dan Perikanan, pekan lalu.
Usul perubahan tertuju pada pasal 7 yang membatasi pengangkutan kerapu hidup hanya dari empat pelabuhan muat/singgah. Padahal di Indonesia terdapat 181 titik muat/singgah. Ketentuan bagi kapal angkut berbendera asing memuat hanya dari satu pelabuhan tiap kali masuk ke Indonesia, juga dinilai membatasi kinerja ekspor. Andri Wahyono Asisten Deputi Bidang Sumber Daya Hayati katakan: “Masalahnya, hanya diizinkan empat pelabuhan muat/ singgah dan hanya boleh satu pelabuhan untuk satu trip, hingga tidak mampu menjangkau banyak lokasi budidaya”.
Lanjutnya: di sisi lain, tidak ada kapal angkut ikan hidup berbendera Indonesia yang mampu mengekspor langsung. Dengan jumlah kapal angkut ikan hidup berbendera asing yang hanya 13 unit, mestinya mereka boleh mengangkut dari banyak pelabuhan agar hasil budidaya bisa terangkut. Menurutnya, perlu kebijakan cepat mengatasi penurunan produksi dan ekspor kerapu. Pelonggaran pembatasan jumlah pelabuhan dapat menjadi solusi jangka pendek.
Pengetatan aktivitas pengangkutan ikan hidup muncul setelah pemerintah mencurigai kapal pengangkut ikan hidup berbendera asing acap kali digunakan untuk membawa ikan hasil tangkapan ilegal dan barang-barang terlarang, seperti narkoba dan bahan peledak. Atas kecurigaan itu, KKP menghentikan sementara penerbitan izin kapal pengangkut ikan hidup awal 2016, ditindaklanjuti dengan penerbitan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 15/Permen-KP/2016 yang berlaku mulai April tahun itu.
Berdasar kebijakan itu, Men KP membatasi ukuran kapal pengangkut maksimum 300 GT dan hanya memperbolehkan kapal asing 6 kali dalam setahun mengangkut ikan hidup dari satu pelabuhan muat/singgah. Kapal pengangkut tak boleh lagi masuk ke kawasan budidaya. Kondisi ini berbeda dengan sebelumnya yang masih memungkinkan kapal angkut keluar/ masuk ke wilayah pembudidayaan untuk berbelanja kerapu tanpa pembatasan frekuensi.
Pembudi daya dan eksportir kerapu mengeluh karena tidak ada kapal pengangkut, terutama asal Hong Kong, yang datang membeli kerapu mereka. Akibatnya, stok kerapu siap panen menumpuk di lokasi pembudidayaan yang diikuti dengan kemerosotan ekspor. Karenanya kemudian Men KP pada Agustus 2016 longgarkan aturan melalui Permen KP No 32/Permen-KP/2016 dengan menaikkan batas maksimum bobot kapal pengangkut menjadi 500 GT dan memperbolehkan kapal asing 12 kali setahun mengangkut ikan hidup dari enam pelabuhan muat/singgah. Kendati demikian, kapal hanya boleh mengangkut ikan dari satu pelabuhan muat/singgah per trip.
Data KKP menunjukkan produksi kerapu nasional pada 2017 melompat lebih dari empat kali lipat dari tahun sebelumnya. Produksi kerapu sepanjang Januari-Oktober 2017 mencapai 46.504 ton, naik lebih 300% dibanding posisi 2016 yang hanya 11.504 ton. Namun volume
ekspor kerapu selama Januari-September 2017 hanya 5.217 ton. Angka itu lebih rendah dari volume pengapalan sepanjang 2015 dan 2016 yang masing-masing 7.077 ton dan 7.668 ton.
Secara nilai, ekspor pun merosot. Selama Januari-September 2017 hanya US$28,9 juta atau masih jauh di bawah realisasi 2015 dan 2016 yang masing-masing mencapai US$33,6 juta dan US$41,5 juta.***ERICK A.M.