Menteri Trenggono Ramai Ditanya Kebijakan Ekspor BBL dan Cantrang di DPR

JAKARTA-MARITIM : Kebijakan ekspor benih bening lobster (BBL) dan legalisasi pemakaian Alat Penangkap ikan (API) cantrang ramai dipertanyakan anggota Komisi IV DPR kepada Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, saat rapat kerja di Jakarta, Rabu (27/1).

Terkait BBL, Trenggono mendorong pengembangan budidaya di dalam negeri, tapi untuk ekspor masih dikaji.

Read More

“Saya sedang rumuskan bersama tim di KKP modelnya seperti apa. Apakah setiap pelaku budidaya wajib punya nelayan binaan atau seperti apa. Semua sedang kami kaji,” ujarnya.

Butuh kajian mendalam memutuskan hal itu, termasuk masukan dari berbagai pihak, sebab banyak masyarakat mencari nafkah dari kegiatan ini. Keberlanjutan ekosistem juga akan jadi pertimbangan.

“Jadi sementara ini dihentikan sampai saya dapat satu solusi terbaik lalu dibicarakan dengan Komisi IV,” ucapnya.

Sedangkan cantrang, sambungnya, juga butuh kajian. Perlu masukan dari berbagai pihak yang mengerti betul soal itu. Karena alat ini belum boleh dioperasikan lagi di lapangan.

“Pak Dirjen mengatakan KKP belum pernah mengizinkan cantrang. Untuk itu, Permen 59 kami masih tunda sampai hari ini,” katanya.

Ke depan, kata Menteri KP, pihaknya akan rutin berkonsultasi dengan Komisi IV sebelum mengeluarkan kebijakan. Masukan dari banyak pihak penting agar keputusan diambil benar-benar bermanfaat bagi masyarakat KP dan kelestarian lingkungan.

“Saya janji, nanti kami akan selalu konsultasi, tapi yang pasti untuk Permen 58 dan 59 kami hold,” tutupnya.

Wakil Ketua Komisi IV DPR, Hasan Aminuddin, berharap berbagai kebijakan KKP dapat mensejahterakan rakyat. Terkait ekspor BBL, dia mendukung dihentikan sepenuhnya.

“Kepemimpinan Pak Trenggono melakukan gerakan ada getaran menuju kesejahteraan rakyat. Jangan tanggung, stop cabut saja. Kita sepakat dalam rekomendasi Komisi IV bersama Menteri KKP mencabut kebijakan ekspor BBL,” katanya.

Sementara Anggota Komisi IV, Johan Rosihan, mendukung KKP cabut legalisasi cantrang. Sebab masyarakat Kepulauan Riau juga menolak hal tersebut. (Muhammad Raya)

Related posts