JAKARTA-MARITIM: Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang bekerja sebagai Anak Buah Kapal (ABK) di kapal berbendera asing sangat rentan menjadi korban eksploitasi. Untuk meningkatkan perlindungan bagi para ABK, Kementerian Ketenagakerjaan terus membenahi tata kelola penempatan dan pelindungan Anak Buah Kapal (ABK) Indonesia yang bekerja di kapal berbendara asing.
“Pemerintah terus berupaya membenahi perlindungan awak kapal perikanan yang secara karakteristik memang lebih rentan terhadap tindak eksploitasi,” kata Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah, saat menyampaikan Keynote Speech pada seminar Melindungi ABK Indonesia di Kapal Asing yang diselenggarakan oleh Indonesia Ocean Justice Initiative, di Jakarta, Rabu (14/4).
Menaker mengatakan, perbaikan tata kelola ini akan mudah direalisasikan jika terdapat instrumen hukum yang mengaturnya. Oleh karena itu, saat ini pemerintah terus menyelesaikan peraturan turunan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang UU Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI). Utamanya Peraturan Pemerintah (PP) untuk penempatan dan pelindungan awak kapal niaga maupun perikanan yang bekerja di kapal berbendera asing.
“Saat ini, Rancangan PP (RPP) ini telah selesai proses harmonisasi dan telah diajukan ke Sekretariat Negara,” ujarnya.
Menurut Ida, RPP ini membawa harapan agar perlindungan ABK menjadi lebih lengkap, baik mulai rekrut, maupun sebelum, selama, dan setelah bekerja. Dengan demikian, permasalahan dualisme perizinan, lemahnya pendataan dan koordinasi antar K/L terkait, rendahnya kompetensi awak kapal perikanan kita, serta lemahnya pengawasan, diharapkan tidak akan lagi muncul.
Dijelaskan, substansi RPP Perlindungan Awak Kapal Perikanan Indonesia merujuk pada instrumen internasional. Yaitu Konvensi ILO mengenai pekerja maritim (Maritime Labour Convention), Konvensi ILO Nomor 188 tentang Pekerja di Sektor Perikanan, serta aturan perundang-undangan nasional lainnya di bidang pelayaran, kepelautan, dan perikanan.
Ditambahkan, pihaknya juga senantiasa melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap perusahaan penempatan pekerja migran. Termasuk penempatan awak kapal perikanan, guna memastikan perusahaan itu dalam operasionalnya tidak melakukan pelanggaran aturan.
Sementara itu, Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani menyatakan, pokok permasalahan sulitnya penanganan ABK Perikanan di Indonesia, adalah ketidakjelasan tata kelola penempatan ABK. Hal ini dikarenakan masih ada tumpang tindih dalam memberikan izin penempatan bagi awak kapal yang ingin bekerja di kapal berbendara asing.
Ia berharap peraturan turunan UU No.18 Tahun 2017 akan memberikan jawaban yang pasti baik bagi tata kelola maupun perlindungan ABK perikanan. “Kuncinya adalah, jika sistem sudah kita buat dan diperkuat, maka kolaborasi dan koordinasi menjadi penting dalam menangani masalah awak kapal perikanan Indonesia,” tegas Benny. (Purwanto).