JAKARTA-MARITIM Pembangunan infrastruktur yang dilakukan pemerintah bertujuan mempercepat laju pertumbuhan ekonomi regional maupun nasional dalam rangka meningkatkan daya saing usaha serta komoditi unggulan ekspor pada pasar global.
Pada akhirnya, juga dapat mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dalam jangka waktu yang sesingkat singkatnya.
Ketua DPW Asosiasi Logistik dan Fowarder Jawa Barat, M.Nuh mengatakan program kerja nyata Pemeritah ini mesti diapresiasi dan didukung semua pihak agar dapat menuju dan mencapai tujuan mulia tersebut.
Salah satunya, imbuhnya, yakni pembangunan infrastruktur berupa jalan lintas darat yang berupa jalan bebas hambatan atau dikenal dengan jalan toll untuk menghubungkan kota kota besar disuatu pulau atau menghubungkan sentra ekonomi dan industri menuju pelabuhan utama baik laut maupun udara.
“Namun begitu, pembangunan jalan toll ini pada kenyataannya ada beberapa yang kurang sejalan terhadap tujuan mulia dari pemerintah terutama yang dialami oleh pengusaha dan pengemudi angkutan barang serta pelaku jasa logistik,” ujar M Nuh kepada wartawan, di Jakarta, Selasa Malam (9/7/2019).
Bahkan, dia menilai sejumlah kebijakan justru bertentangan dengan semangat mengefisiensikan logistik nasional.
Nuh juga menyoroti terbitnya Surat Edaran Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) No:AI.3018/1/1/BPTJ.2019 tanggal 8 Juli 2019 tentang Penggunaan Gerbang Toll Koja Barat untuk Kendaraan Golongan III , IV dan V.
Terhadap angkutan barang yang dari arah Cilincing , Marunda dan sekitarnya yang tidak melakukan aktivitas di pelabuhan atau terminal peti kemas Tanjung Priok agar menggunakan jalan toll yang melalui pintu masuk toll Koja Barat terhitung mulai tanggal 8 Juli 2019 .
“Padahal ruas jalan toll dari pintu masuk Koja Barat ini terbilang cukup mahal bagi angkutan barang atau pelaku jasa logistik,”ucapnya.
Disisi lain, kata dia, kondisi akses jalan dari dan menuju pelabuhan Tanjung Priok yang selalu terkendala macet berjam jam akibat adanya situasi penyempitan ruas jalan di sekitar pelabuhan, serta kemacetan di ruas jalan toll Jakarta-Cikampek.
Nuh juga mengkritik kebijakan pembatasan jam truck barang untuk masuk jalan tol Jakarta – Cikampek antara jam 06.00 – 10.00 Wib dan masalah pelarangan masuk truck pada saat hari libur panjang (termasuk hari raya).
“Kebijakan-kebijakan tersebut tidak sejalan dengan tujuan pembangunan infrastruktur yang dibangun pemerintah dalam rangka meningkatkan daya saing produk serta mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional melalui peningkatan volume ekspor lewat pelabuhan Priok,”paparnya.
Melihat kondisi tersebut, kini pelaku usaha industri manufaktur dan pelaku jasa logistik di Jawa Barat menghadapi tantangan yang semakin berat lantaran kebijakan yang tidak berpihak pada dunia usaha itu menjadi hambatan utama untuk meningkatkan kelancaran arus ekspor barang melalui pelabuhan Tanjung Priok.
“Karena saat ini tidak ada pilihan lain selain pelabuhan tersebut untuk kami yang berada di Jawa barat melakukan aktivitas perdagangan internasional/ekspor dan impor,” tandas Nuh.
Menurutnya, kebijakan semacam itu suatu hal yang terlewat batas membuat suatu kebijakan dimana kepentingan korporasi/pengelola jalan toll lebih diutamakan dari pada kepentingan perekonomian regional bahkan nasional .
“Oleh karenanya, pebisnis di Jawa Barat sangat berharap segera diwujudkannya pelabuhan Patimban sebagai alternative atas akses pelabuhan untuk perdagangan internasional yang diharapkan mampu menekan biaya produk unggulan ekspor dari wilayah Jawa Barat ke pasar global,”ujar M.Nuh.(#)