JAKARTA-MARITIM : Sektor kelautan dan perikanan mencatatkan kinerja positif selama 5 bulan awal 2021. Bahkan neraca perdagangan sektor ini surplus sebesar USD1,9 miliar atau setara dengan Rp27 triliun. Angka ini naik 3,72% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Secara kumulatif, nilai ekspor produk perikanan pada Januari–Mei, mencapai USD2,1 miliar. Angka ini naik 4,94% dibanding periode yang sama tahun 2020.
“Ini suatu hal yang patut kita syukuri dan membuat kita semakin yakin bahwa sektor kelautan dan perikanan bisa menjadi pengungkit ekonomi di masa pandemi,” kata Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan, Artati Widiarti saat melihat data BPS 480 kode HS 8 digit produk perikanan, di Jakarta, Senin, (28/6/2021).
Artati mengungkapkan jajarannya berperan aktif dalam peningkatan ekspor antara lain melakukan komunikasi dengan Perwakilan RI di berbagai negara guna memfasilitasi kebutuhan para eksportir. Selain itu, juga memastikan hambatan dan permasalahan ekspor dapat diminimalisir dengan antisipasi dan komunikasi lintas otoritas kompeten terutama di pasar Tiongkok dan AS. Salah satu yang krusial adalah memastikan kepatuhan para pelaku usaha dalam pemenuhan Seafood Import Monitoring Program (SIMP) yang dipersyaratkan oleh AS. Pembinaan tentunya dilakukan secara terus menerus.
“Khususnya masih dalam situasi pandemi ini, kami intensifikasi virtual business matching dan promosi produk KP dengan dukungan Perwakilan RI di luar negeri. Disisi lain, untuk lebih menyinergikan kebutuhan domestik sesuai kondisi terkini, salah satunya adalah dengan melakukan intervensi dan kordinasi mengenai efisiensi transportasi ekspor langsung. Cakupannya adalah kontinyuitas transportasi ke negara ekspor, serta terbangunnya fasilitas dan dukungan di Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT),” jelas Artati.
Tingginya nilai ekspor berasal dari komoditas utama meliputi udang yang menyumbang sebesar USD865,9 juta atau 41,0% terhadap total nilai ekspor total. Selanjutnya tuna–cakalang–tongkol sebesar USD269,5 juta atau 12,7% dari total nilai ekspor dan cumi–sotong–gurita sebesar USD223,6 juta atau 10,6% dari total nilai ekspor.Disusul rajungan–kepiting sebesar USD191,5 juta (9,1%), rumput laut sebesar USD115,1 juta (5,4%) dan layur sebesar USD38,0 juta (1,8%).
Adapun negara tujuan ekspor utama adalah Amerika Serikat (AS) sebesar USD 934,1 juta atau 44,2% terhadap total nilai ekspor total disusul Tiongkok sebesar USD311,2 juta (14,7%), dan negara-negara ASEAN sebesar USD230,7 juta (10,9%). Lalu Jepang sebesar USD225,1 juta (10,6%), Uni Eropa sebesar USD102,0 juta (4,8%), dan Australia sebesar USD45,1 juta (2,1%).
“Peningkatan nilai ekspor Indonesia didorong adanya peningkatan permintaan di beberapa negara tujuan ekspor utama, terutama di pasar AS,” urai Artati.
Menyambung pernyataan Artati, Direktur Pemasaran Ditjen PDSPKP, Machmud mengungkapkan, merujuk data ITC Statistics-Trademap, selama periode Januari-April 2021 nilai impor produk perikanan AS meningkat sebesar 16,5% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Demikian pula Australia dan Rusia masing-masing meningkat sebesar 27,8% dan 10,8%.
“Kita perlu menangkap peluang dari meningkatnya permintaan di negara-negara tersebut,” tuturnya.
Jika nilai ekspor mencapai miliaran dolar, Machmud memastikan nilai impor kumulatif produk perikanan Indonesia periode Januari-Mei 2021, hanya USD198,3 juta.
Lebih lanjut Machmud menjelaskan komoditas yang diimpor di antaranya tepung ikan sebesar USD43,5 juta atau 21,9% dari total nilai impor hingga salmon-trout sebesar USD14,6 juta atau 7,4% dari total nilai impor. Guna meminimalisir impor tersebut, Machmud mengajak para pelaku usaha untuk meningkatkan daya saing produk dalam upaya mensubtitusi produk impor.
“Ikan kita banyak dan jenisnya beragam, ikan lokal kita tak kalah dan bahkan lebih unggul daripada ikan impor, baik dari kandungan gizi dan manfaatnya,” tutup Machmud. (Muhammad Raya)