KKP Panggil Pertamina Bahas Penanganan Tumpahan Minyak di Aceh Timur

JAKARTA-MARITIM : Pasca terjadinya tumpahan minyak di perairan Kuala Idi, Kabupaten Aceh Timur, Provinsi Aceh pada tahun 2020 lalu, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memanggil PT Pertamina untuk membicarakan penanganan yang diperlukan dalam penyelesaian kasus tersebut. Langkah ini diambil setelah sebelumnya terjadi indikasi kebocoran di sumur H-4 Langsa Offshore yang berlokasi 30 mil laut dari Pantai Kuala Idi, sehingga menimbulkan pencemaran berupa gelembung gas tipis di perairan setempat.

Plt. Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut, Pamuji Lestari yang memimpin pembahasan pada Rabu (29/9/2021) meminta agar pihak terkait dapat menyelesaikan persoalan tumpahan minyak sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Read More

“KKP mengajak pihak-pihak terkait dapat menuntaskan persoalan ini sesuai ketentuan yang berlaku. Saat ini Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 109 Tahun 2006, Permen KP Nomor 27 Tahun 2021 tentang Penangkapan Ikan dan/atau Pembudidayaan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia yang Bukan Tujuan Komersial, serta Permen KP Nomor 26 Tahun 2021 tentang Pencegahan Pencemaran, Pencegahan Kerusakan, Rehabilitasi, dan Peningkatan Sumber Daya Ikan dan Lingkungannya menjadi acuan bagi KKP dalam penegakan hukum di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil,” jelas Tari.

Tari mengungkapkan kekhawatiran KKP apabila kejadian tersebut menimbulkan dampak kerusakan terhadap ekosistem dan sumber daya laut serta mempengaruhi aktivitas perikanan di wilayah perairan sekitar.

“Jika ada tumpahan minyak di perairan, kami harus memantau lingkungan pesisir yang dapat mengganggu sumber daya alam pesisir dan laut seperti ekosistem mangrove, terumbu karang, padang lamun, aktivitas perikanan tangkap dan budidaya yang ada di wilayah pencemaran, sehingga upaya penanganan tanggap darurat dan tindak lanjut pasca kejadian dapat segera dilakukan dengan baik,” ungkapnya.

Ditegaskannya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono  sangat menaruh perhatian serius terhadap kesehatan laut diantaranya kejadian tumpahan minyak di perairan mengingat dampak kejadian tersebut  sangat dirasakan oleh masyarakat nelayan dan  pesisir. Karenanya Tari meminta agar rencana aksi segera dilakukan dengan langkah penanganan cepat.

Sementara itu pihak Pertamina melalui Pertamina Hulu Energi Regional 1 menerangkan kronologis terjadinya tumpahan minyak tersebut disebabkan putusnya pipa di dasar laut yang menyebabkan munculnya gelembung gas (bubble) disertai keluarnya minyak mentah.

“Kami memperoleh informasi kejadian tersebut 3 bulan lalu. Lokasinya ada di wilayah Regional 1 Pertamina Hulu Energi (PHE), bagian dari Blue Sky yang tutup sejak tahun 2017. Lapangan Offshore Langsa ini berada di Selat Malaka dengan kedalaman 100 meter yang sebelumnya dikelola oleh Blue Sky menggunaakan 3 sumur on produksi,” terang Ani Surakhman GM PHE Regional 1.

Lebih lanjut Ani menguraikan bahwa pada tahun 2017 terjadi force majeure cuaca buruk yang menyebabkan semua sumur dimatikan dan dilakukan demobilisasi ke Batam.

“Kami telah mengirim kapal dan menemukan bubble dengan sebaran minyak tipis (oil sheen). Melalui investigasi, tim menemukan bubble di sekitar sumur H-4 terjadi oil sheen namun di sumur lainnya tidak ada hal serupa sehingga kemudian mendeklarasikan ke SKK Migas ini sebagai keadaan darurat. Modeling tumpahan minyak, pemantauan melalui helikopter dan 13 kapal juga telah dilakukan untuk melihat sebarannya,” jelasnya.

Meski pencemaran oil sheen di perairan Idi telah ditangani oleh Pertamina dengan perkiraan selesai di akhir Oktober mendatang, Tari tetap meminta Pertamina untuk fokus dalam menangani dan menyelesaikan tumpahan minyak yang ada di perairan Idi sehingga peristiwa yang sama tidak terjadi kembali.

“Kami akan turun ke lapangan secara terpadu dari unsur KKP, Pertamina, Pemda Provinsi dan Kabupaten untuk melihat sektor-sektor dan nelayan yang terdampak atas kejadian tumpahan minyak ini,” ujarnya.

Sementara, Kepala Pusat Riset Kelautan Badan Riset dan SDM Kelautan dan Perikanan (BRSDM KP) I Nyoman Radiarta menyebutkan pemantauan Balai Riset dan Observasi Laut (BROL) BRSDMKP menggunakan citra radar Sentinel-1 periode 3 Agustus hingga 20 September 2021 menunjukkan tumpahan minyak seluas 597,06 kilometer persegi dengan rata-rata tumpahan per hari seluas 66,34 kilometer persegi.

Nyoman juga menyampaikan perlunya kolaborasi kajian pemodelan antara PT Pertamina dengan hasil pemodelan Tim BROL sehingga mendapatkan data yang lebih komprehensif.

Selain itu, kolaborasi pemodelan, kajian dampak tumpahan minyak terhadap masyarakat dan nelayan serta ekosistem di sekitar lokasi kejadian juga sangat penting untuk dilakukan.

Diingatkannya, Pihak Pertamina pun diharapkan agar tidak terburu-buru menyimpulkan sudah tidak ditemukan ceceran minyak yang berdampak pada ekosistem di pesisir.

Asisten Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Bidang Planologi Ruang Laut Dyah Erowati   mendorong agar Pertamina dapat terus menyampaikan perkembangan kejadian tersebut.

“Kami berharap Pertamina dapat menyampaikan laporan perkembangan penanganan kasus ini kepada KKP, karena KKP berwenang terhadap kejadian tersebut apalagi menyangkut aspek kesehatan laut,” ujar Dyah.

Selain Pertamina, pertemuan yang dilakukan secara virtual ini juga dihadiri oleh Corporate Secretary PT. Pertamina, General Manager Pertamina Hulu Energi Regional 1, SKK Migas, jajaran Ditjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan dan Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Padang. (Muhammad Raya)

Related posts